KERBAU RAWA : Sumber Daging Alternatif
Dalam Rapat Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang
dilaksanakan di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor tanggal 25-27 Mei
2012 lalu disarankan perlunya kegiatan inventarisasi sumber daya dan teknologi
budidaya kerbau dalam rangka menunjang swasembada daging tahun 2014. Populasi kerbau di Indonesia tahun 2003
diperkirakan mencapai 3,70 juta ekor dengan laju pertambahan rata-rata sekitar
1 % per tahun. Produksi daging kerbau meningkat secara signifikan dari 43,1
ribu ton pada tahun 1989 menjadi 50,1 ribu ton tahun 1994, dan diperkirakan
mencapai 52,5 ribu ton pada tahun 2004. Tulisan ini ingin mengemukakan tentang
potensi kerbau rawa yang ke depan dapat diunggulkan sebagai sumber daging
alternatif, selain sapi yang telah menjadi andalan selama ini. Rawa juga ternyata dapat diandalkan sebagai
sumber protein (hewani) dalam menunjang ketahanan pangan dalam arti luas,
selain sebagai lumbung pangan (nabati) masa depan. Nilai ekonomis kerbau rawa juga
menunjukkan cukup baik dan menjanjikan sehingga dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan bagi masyarakat rawa.
Populasi
Kerbau Rawa
Kerbau Rawa (Bubalus bubalis)
diduga merupakan binatang introduksi dari daratan Asia yang termasuk liar,
termasuk jenis banteng. Kerbau rawa dikenal juga sebagai kerbau kalang. Kerbau rawa diduga awalnya dikembangkan
atau dibawa oleh para pengembara atau
pedagang China pada abad ke 7
atau ke 8 yang memasuki wilayah Asia
seperti India, Pakistan, Banglades,
Thailand, dan Vietnam, termasuk
Indonesia. Sekarang ditaksir terdapat
sekitar 12.000 sampai 15.000 ekor kerbau rawa yang hidup di rawa-rawa lebak Kalimantan
Selatan yang tersebar meliputi di 5 (lima) kabupaten yaitu Hulu Sungai Utara,
Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, dan Tanah Laut. Diperkirakan
sekitar 6.500 ekor kerbau rawa terpusat di Kabupaten Hulu Sungai Utara tersebar
di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Danau Panggang, Sungai Pandan, dan
Amuntai Tengah. Sekitar 1.500-2.000 ekor hidup di rawa-rawa Kalimantan Timur terpusat
di wilayah Mahakam bagian tengah, Kabupaten Kutai antara lain di Danau Semayang,
Malintang, dan Jempang, Selain itu
ribuan ekor dipelihara di danau-danau Kalimantan Tengah di daerah pegunungan
Kerayan dan pesisir rawa antara lain Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan. Juga terdapat
sekitar antara 700-1.000 ekor di rawa-rawa
lebak Sumatera Selatan, yaitu Pulau Layang, Ogan Komiring Ilir dengan luas
areal gembala 200 hektar. Kemungkinan
juga terdapat di rawa-rawa atau danau di Pulau Sulawesi dan Pulau Papua yang
juga mempunyai lahan rawa cukup luas, namun sayang belum terdata secara baik.
Potensi Daging Kerbau Rawa
Kerbau rawa bertubuh pendek, tanduk tumbuh horisontal dan
melengkung berputar sejalan dengan umur,
warna abu-abu dan semakin gelap (darkness) semakin dewasa, pada umur 1-2 tahun tumbuh
bulu jarang dengan warna kuning hingga coklat yang panjangnya + 15 cm, bobot
lahir 30-40 kg, bobot dewasa
antara 400-450 kg untuk betina lebih ringan dari jantan. Sifat lainnya dewasa
kelamin pada umur 2-3 tahun, jarak kelahiran sekali dalam dua tahun, umur melahirkan pertama 4-5 tahun, umur produktif 10-12
tahun. Komposisi bahan padat dan
kandungan protein, lemak dan laktosa antara kerbau rawa dengan jenis ternak
besar lainnya disajikan pada Tabel 1. Bahan padat (daging) kerbau rawa ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan ternak besar lainnya. Kadar lemak dan protein lebih tinggi
dibadingkan dengan sapi, sedangkan kadar laktosa tidak berbeda jauh.
Tabel 1. Komposisi bahan padat dan kandungan protein, lemak dan
laktosa antara kerbau rawa dengan jenis
ternak besar lainnya.
Jenis ternak
|
Komposisi kandung (dalam % bobot)
|
|||
Bahan padat
|
Lemak (fat)
|
Protein
|
Laktosa
|
|
Sapi Biasa
|
13,45
|
4,97
|
3,18
|
4,59
|
Sapi Perah
|
12,15
|
3,60
|
3,25
|
4,60
|
Kerbau Sungai
|
17,96
|
7,45
|
4,36
|
4,83
|
Kerbau Rawa
|
18,34
|
8,95
|
4,13
|
4,78
|
Sumber : Mcdowell dalam Noor (2007)
Sistem Kalang
Kerbau rawa dipelihara oleh para
petani/peternak di rawa lebak secara tradisional dengan sistem kalang.
Sistem kalang yaitu sistem pengembalaan setengah liar (wild),
pada siang hari kerbau dibiarkan berkeliaran di perairan rawa, dan pada malam
hari masuk kandang yang dibangun di atas air yang disebut kalang. Sistem
kalang ini diwariskan dari generasi ke generasi secara turun temurun. Kerbau tinggal di kandang/kalang begitu
memasuki senja hari, kecuali pada musim kemarau kerbau kadang-kadang tetap
tinggal di luar sekitar kandang. Memasuki fajar pagi kerbau keluar kandang secara bergerombol
berenang sambil mencari makanan yang tersedia di rawa sampai memasuki senja.
Pada musim kemarau saat rawa surut atau kering,
para kerbau tetap digembalakan untuk mencari lokasi yang masih berair atau berlumpur.
Kalang dibuat dari kayu galam atau bambu. dengan luas
sesuai dengan jumlah kerbau yang ditampung umumnya antara 40-400 meter2. Untuk
sekitar 200 ekor kerbau diperlukan luas kalang 4 meter x 100 meter atau 2 meter2 per ekor. Lantai kalang terbuat dari kayu yang harus kuat dan disangga dengan
tiang setinggi 4-6 meter lebih tinggi
dari muka air tertinggi di rawa sehingga
lantai selalu dalam keadaan kering. Kalang dilengkapi dengan tangga miring dan
tidak licin untuk memudahkan kerbau naik atau
turun. Pada pinggir kalang dibuat
pagar kokoh dengan tinggi 1,00-1,25 meter sehingga kerbau tidak dapat melompat
keluar. Pada sudut ujung dibuat tempat
khusus unutk perawatan kerbau yang sakit atau induk yang akan melahirkandan
menyusui. Kerbau yang sedang bunting
sebaiknya dipisah dari ternak lainnya untuk menghindari gangguan. Apabila
memungkinkan lebih baik disediakan kandang atau ruang khusus atau paling tidak
pada umur bunting memasuki bulan ke 11.
Juga perlu disediakan tempat
pakan khusus agar tidak terjadi rebutan dan makanan tidak terinjak-injak. Di Kalimantan Tengah setiap petani mempunyai
1-2 kalang dan setiap kalang menampung 20-40 ekor kerbau. Di Kalimantan Selatan
pemilikan lebih besar mencapai ratusan ekor per petani. Teknologi budidaya dan
pengelolaan kerbau rawa selama ini masih sangat sederhana sehingga perlu
sentuhan teknologi untuk dapat memacu produktivitas sehingga dapat menjadi
andalan.
Pakan
Suimber pakan bagi kerbau rawa sangat tergantung pada ketersediaan yang ada
di alam rawa. Beragam rumput rawa atau tanaman air merupakan bahan pakan yang disukai kerbau rawa.
Beberapa tanaman rawa kurang disukai, namun juga merupakan sumber pakan
alternatif dalam keadaan tertentu. Jenis pakan yang disukai (pelateble) kerbau rawa antara lain
padi hiyang (Oryza rofipogon), kumpai miring (Paspalum commesonii),
kumpai minyak (Sacciolepis interupta), sempilang (Panicum paludosum),
dan purun tikus (Eleocharis dulcis).
Jenis sumber pakan lainnya berupa rumput gajah, rumput bale, rumput
lapangan, rumput beggal, rumput berachiaris, kacang-kacangan (lamtoro, siartro,
stylo, calopogonium), enceng gondok, campehiring, banta, kayapu, kiambang,
tanding, papisangan.
Nilai Ekonomi
Harga seekor kerbau rawa sekarang berkisar
Rp. 7-10 juta yang beratnya dapat mencapai 300-500 kg/ekor. Hasil analisis ekonomi menunjukkan dengan
modal invenstasi 4 ekor kerbau dewasa (nilai per ekor kerbau rawa dewasa Rp.
7.000.000,00) untuk satu keluarga petani dengan masa pemeliharaan 2 tahun dan
perolehan anak sebanyak 4 ekor diperoleh pendapatan sebesar Rp. 10.450.000,00
(Tabel 2). Apabila diperhitungkan secara keseluruhan usaha maka sumbangan usaha
kerbau rawa terhadap pendapatan petani
per tahun mencapai 54,21%, sementara dari usaha tani padi 43,21% dan
buruh mencari kayu (galam) sekitar 2,58% dengan total pendapatan sekitar Rp.
9.694.000,00/tahun.
Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan pemeliharaan
kerbau rawa (skala 4 ekor induk dewasa dalam 2 tahun), Desa Banua Raya,
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. 2006.
Jenis kegiatan
|
Nilai Biaya (Rp)
|
Nilai Peneriman (Rp)
|
Nilai Pendapatan (Rp)
|
o Penyediaan bibit (4 ekor induk)
o Pagar kelililing
o Pemeliharaan
o Penindikan/ ciri
pemilikan (4-6 ekor anak)
|
28.000.000
800.000
600.000
150.000
|
30.000.000
10.000.000
|
1.200.000
9.250.000
|
Jumlah
|
29.550.000
|
40.000.000
|
10.450.000
|
Sumber : Rohaeni et al. (2006)
Catatan : Dimuat
dalam Majalah Sains Indonesia Edisi 08/Agustus 2012, Kolom Opini hlm 86-89.
2 komentar:
terimakasih,tulisanya bermanfaat
bagus sekali kak
biografi nabi muhammad
Posting Komentar