PENGELOLAAN AIR DI
TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT
BERBASIS MASYARAKAT
Kasus : UPT Lamunti, Kawasan PLG Kalimantan Tengah
Muhammad Noor
PENGANTAR
Laporan hasil monitoring ini disusun
dalam rangka pengamatan dan penilaian
kemajuan kegiatan Monitoring Plot Demontrasi Pertanian dengan Memanfaatkan
Pengaturan Tinggi Muka Air pada musim tanam tahun 2010. Hasil laporan ini didasarkan pada kunjungan
lapang yang dilaksanakan berturut-turut pada 24--25 Mei 2010, 13-15 Juli, dan 29-30 Juli 2010 ke beberapa
desa terpilih dalam kegiatan di atas. Adapun kerjasama ini didasarkan pada
Perjanjian Jasa Konsultan No. CST/1085/PROC/PLLKY/XII/09 antara Care
International Indonesia dibawah Sustainable Lowland Use Through Innovative Community Base Environment System (SLUICES) Project dengan penulis.
Harapan
penulis laporan ini dapat menjadi masukan untuk kegiatan selanjutnya pada musim
tanam ke 3 atau musim kemarau II (MK II) tahun 2010. Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan
terima kasih.
Banjarbaru, 25 September
2010
Dr. Ir. Muhammad
Noor, MS.
Pengembangan rawa gambut sebagai lahan
alternatif bagi pertanian mendesak karena (1) penyusutan lahan-lahan pertanian,
khususnya di Jawa dan Bali, 2)
pertambahan penduduk sangat pesat - hampir 3 juta jiwa per tahun , (3) kebutuhan pangan dan hasil pertanian
lainnya terus meningkat; (4) kemiskinan semakin meluas. Pilihan rawa sebagai
lahan alternatif bagi pertanian karena potensinya yang antara lain (1)
ketersediaan air yang melimpah; (2) topografinya yang relatif datar dan tidak
berbatu-batu, (3) akses wilayah yang relatif mudah dapat dicapai melalui jalur
sungai, dan (4) ketersediaan lahan cukup luas. Peruntukan lahan pertanian oleh pemerintah sekarang
mendapatkan perhatian yang besar. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian
mencanangkan untuk adanya lahan abadi seluas 15 juta hektar dan Kementerian
Transmigrasi pada periode 2010-2014 kan menempatkan transmigrasi baru ke
berbagai wilayah, temasuk lahan rawa sebanyak 240.000 KK .
Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa ini
baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya.
Masalah teknis utama termasuk adalah pengelolaan lahan dan air.
Pemahaman secara benar terhadap sifat dan watak biofisik merupakan sangat penting dalam penyusunan
rancang bangun pengelolaan lahan dan air
di lahan rawa secara berkelanjutan. Dalam konteks, Pengembangan Lahan Gambut (PLG)
Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah (1995-1999) hambatan dan kendala, khususnya
dalam pemanfaatan dan pengembangan untuk pertanian memerlukan banyak tidak hanya konsep, tetapi juga aksi atau
intervensi. Kawasan PLG Sejuta Hektar dibagi dalam enam wilayah pengembangan,
yaitu (1) Lamuntl, (2) Dadahup, (3) Palingkau, (4) Jenamas, (5) Kapuas Hulu,
dan (6) Sebangau-Palangka Raya (Team
MP-EMRP. 2008). Wilayah Lamunti sendiri terdiri atas 15 UPT (Unit
Pemukiman Transmigrasi) dan beberapa desa masyarakat, yang sebagian wilayahnya
menitik beratkan pada pengembangan pertanian. Pengembangan pertanian di desa-desa
wilayah Lamunti ini sangat berragam. Berdasarkan tingkat kemajuan pertanian dan
tingkat pendapatan masyarakatnya wilayah Lamunti dapat dipilah atas 3 (tiga) kelompok, yaitu
(1) kelompok yang relative maju berkembang , (2) kelompok sedang berkembang ,
dan (3) kelompok kurang berkembang. Dengan pembagian di atas maka upaya
pengembangan lebih lanjut dapat didasarkan pada kondisi kendala dan potensi
yang dihadapi pada masing-masing kelompok, khususnya berkenaan dengan
infrastruktur dan pengelolaan air dalam mendukung pengembangan pertanian pada masing-masing kelompok. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi nasional strategis juga
patut diperhitungkan. Dalam konteks, alih fungsi atau pergeseran komoditas yang
menunjukkan perkembangan baru semakin luasnya intenvensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang merambah ke
wilayah lahan pertanian yang diperuntukan untuk tanaman pangan.
Perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi nasional strategis juga
patut diperhitungkan. Dalam konteks, alih fungsi atau pergeseran komoditas yang
menunjukkan perkembangan baru semakin luasnya intenvensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang merambah ke
wilayah lahan pertanian yang diperuntukan untuk tanaman pangan.
Uraian berikut mengemukakan tentang (1) kondisi pertanian lahan rawa
Kalimantan secara umum sebagai pembelajaran, (2) kondisi pertanian UPT Lamunti kawasan PLG Kalimantan Tengah sebagai
percontohan kasus khusus, dan (3) proyeksi pengaruh pengaturan
tinggi muka air terhadap peningkatan produktivitas pertanian sebagai upaya
intenvensi.
II.
KONDISI PERTANIAN LAHAN RAWA KALIMANTAN
Berdasarkan hidrotopografi wilayahnya sebagai cerminan dari pengaruh luapan pasang sungai/laut, maka wilayah pasang surut dibagi dalam empat tipe luapan, yaitu tipe A, B, C, dan D. (Noorsyamsi dan Hidayat, 1976: Widjaya Adhi, 1986; Kselik, 1990). Departemen Pekerjaan Umum menggunakan istilah lahan katogori I untuk tipe A, selanjutnya kategori II, III dan IV untuk tipe B, C dan D. Batasan yang dimaksudkan dengan tipe luapan A, B, C dan D adalah sebagai berikut :
Tipe A : wilayah
pasang surut yang selalu mendapat luapan pasang baik pasang tunggal (purnama)
maupun pasang ganda (perbani) serta mengalami pengatusan secara harian. Wilayah
tipe luapan ini meliputi pesisir pantai dan sepanjang tepian sungai.
Tipe B: wilayah pasang surut yang mendapat
luapan hanya saat pasang tunggal (purnama), tetapi
mengalami pengatusan secara harian. Wilayah tipe luapan ini meliputi
wilayah ke pedalaman sejauh < 50-100 km dari tepian sungai.
Tipe C: wilayah pasang surut yang tidak mendapat
luapan pasang dan mengalami pengatusan secara permanen. Pengaruh ayunan pasang
diperoleh hanya melalui resapan (seepage) dan mempunyai muka air tanah pada jeluk <
50 cm dari permukaan tanah.
Tipe D : wilayah pasang surut yang tidak mendapat pengaruh ayunan pasang samasekali
dan mengalami pengatusan secara terbatas. Muka air tanah
mencapai jeluk > 50 cm dari permukaan tanah.
Pasang tunggal hanya bertahan dengan ketinggian pasang optimal dapat meluapi lahan sekitar 3-4 hari dan lamanya hanya berlangsung antara 3-4 jam, khususnya pada lahan-lahan tipe B. Pada musim kemarau, pasang ganda adakalanya tidak dapat meluapi lahan karena debit air yang kurang atau menurun. Jadi kemampuan pengairan untuk lahan tipe B hanya pada saat pasang tinggi yang mempunyai permukaan pasang nisbi lebih tinggi. Pasang tunggal pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Selisih tinggi permukaan pasang tunggal antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan sulfat masam tipe A mencapai 30 cm, pada tipe B mencapai 40 cm. Selisih pasang ganda antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe B mencapai 70 cm (Kselik, 1992). Ketinggian permukaan air pada musim hujan di lahan tipe C mencapai 65 cm, tetapi pada musim kemarau terjadi kekeringan dengan muka air tanah mencapai > 70 cm di bawah permukaan tanah (Aribawa et al, 1990).
Reklamasi telah
merubah kondisi tata air dan fluktuasi ketinggian air pasang sebagaimana yang
ditunjukkan hasil pengamatan pada UPT Unit Tatas (Kabupaten Kapuas, Kalteng),
Barambai dan Tabunganen (keduanya termasuk Kabupaten Batola, Kalsel), yang
semuanya merupakan wilayah pengembangan pasang surut dengan sistem Garpu.
Ketinggian pasang tunggal di ujung saluran sekunder (kolam) pada UPT Unit Tatas (yang berjarak
5,5 km dari muara sungai Kapuas Murung) hanya mencapai 70 cm, sementara di
muara sungai Kapuas Murung ketinggian air mencapai 200 cm (Vermulst,
1990). Berarti selisih ketinggian pasang
antara muara sungai Kapuas Murung dengan ujung saluran sekunder (jarak 5,5 km)
pada sistem reklamasi Garpu Unit Tatas ini berkisar 130 cm. Ketinggian pasang tunggal di muara sungai
Barito mencapai 165 cm, sementara di ujung sekunder (jarak 8 km) pada sistem
reklamasi Garpu Barambai mencapai 150 cm (Roelse et al. 1986).
Fluktuasi
harian pasang pada saluran tersier (berjarak 200 m dari saluran sekunder
dan 3 km dari muara saluran primer) pada UPT Unit Tatas berkisar 40 cm. Tinggi
muka air tanah berada pada 54 cm di bawah permukaan tanah (Aribawa, et al., 1990). Lahan rawa pada UPT Unit Tatas ini dapat
digolongkan sebagai tipe B. Selisih ketinggian pasang tinggi pada UPT Barambai
antara saluran tersier ke 5 dengan muara sungai (berjarak 700 m dari saluran
sekunder, 8 km dari muara sungai Barito, atau 60 km dari laut) hanya 165
cm. Fluktuasi harian pasang mencapai 40
cm (Beek, 1990; Aribawa et al., 1990). Pada
saluran tersier yang sejajar saluran sekunder pada UPT Barambai
(berjarak 3 km sebelah Barat dari sungai
Barito) selisih ketinggian pasang mencapai 10 cm. Muka air tanah maksimum 22
cm, tetapi turun pada musim kemarau mencapai 100 cm di bawah permukaan tanah
(Aribawa et al., 1990). Lahan rawa
pada lokasi UPT Barambai ini, termasuk tipe luapan C. Pasang
tunggal maupun pasang ganda dapat
meluapi lahan UPT Tabunganen sampai
di lokasi saluran tersier (berjarak 600 m sebelah utara
saluran sekunder dan 10 km dari sungai Barito).
Ketinggian genangan atau muka air sekitar 27 cm di atas tanah (genangan)
dan paling rendah 3 cm di bawah permukaan tanah. Lahan rawa pada UPT Tabunganen
ini termasuk tipe A. Menurut Kselik (1990) perbedaan permukaan air antara ujung
saluran pengatusan (kolam) dari muara primer/sungai (berjarak 8-10 km) pada
reklamasi Sistem Garpu rata-rata 80 cm.
Perbedaan tipe luapan di atas memberikan
konsekuensi diperlukannya sistem penataan air
dan penggunaan lahan atau pola tanam yang spesifik sesuai dengan kondisi
biofisik lingkungan, termasuk kemampuan masyarakatnya. Misalnya untuk tipe luapan A dan B sesuai atau cocok untuk
tanaman pangan (padi, palawija dan hortikultura), tipe
luapan C sesuai untuk tanaman perkebunan,
dan tipe luapan D sesuai untuk tanaman
perkebunan terbatas atau hutan sebagai wilayah konservasi.
III.
KONDISI
PERTANIAN LAHAN UPT LAMUNTI
3.1.
Kondisi Tata Air Makro
Wilayah UPT Lamunti berada dalam sistim tata air yang pada awalnya ditata dalam
sistem satu arah (one way flow
system), tetapi akibat infrastruktur jaringan tata air dan
pintu-pintu air yang belum lengkap dan sebagian rusak maka operasional tata air
belum berjalan sepenuhnya (Gambar 1). Jaringan
utama berdasarkan konsep rancangan awal, saluran irigasi
dipasok dari SSP (Saluran Sekunder Pembantu) dari utara ke selatan, dimensi
lebar 15 m dalam 3 m. Tegak lurus SSP terdapat Saluran Sekunder setiap jarak
600-625 m, yakni O1-O2, P1-P2, Q1-Q2, R1-R2, S1-S2, T1-T2, U1-U2, V1-V2. Saluran
sekunder
ini berselang-seling berupa saluran sekunder pemberi (warna biru) dan saluran
sekunder pembuang (warna kuning), dilengkapi dengan pintu air di pangkal Sungai Kapuas (Gambar 2). Dimensi saluran primer lebar atas 15 m, lebar bawah 10 m, dan dalam 3 m. Saluran sekunder arah Barat-Timur, terdiri
dari sekunder pemberi (biru) di bagian tanggulnya dibuat untuk
jalan diperkeras, sedangkan sekunder pembuang (kuning)
tanggulnya tidak dibuat untuk jalan. Jarak antar saluran sekunder pemberi dengan saluran sekunder
pembuang sekitar 2.500 m.
Kondisi sekarang aliran pasang-surut bebas terjadi karena bangunan kontrol
pintu air baik di sekunder maupun di tersier tidak berfungsi. Sistim one way flow dengan membuat saluran
pemberi dan saluran pembuang terpisah tidak berjalan. Usaha perbaikannya
memerlukan waktu lama dan biaya besar. Kesempatan perbaikan dalam jangka pendek
hanya ada di tingkat tersier (Tata Air Mikro).
Kondisi
sekarang ketiga pintu air utama tersebut di atas sudah tidak berfungsi sesuai dengan rancangan awal,
karena semua pintu air sudah dirusak, bahan materialnya berupa besi, plat baja
dan kayu ulin dicuri orang. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam memelihara infrastruktur yang dibangun sangat rendah. Tipe luapan
pasang termasuk pasang ganda dimana setiap hari terjadi
pasang ganda dan pasang tunggal
(dua kali pasang dalam 24 jam) . Hasil
pengukuran yang dilakukan oleh Tim IPB (2009) menunjukkan rata-rata muka air maksimum pada musim hujan (MH) lebih
tinggi sekitar 50 cm daripada musim kemarau (MK). Rata-rata muka air minimum pada MH relatif sama dengan MK. Beda
elevasi muka air maksimum dan minimum (amplitudo) sekitar 226 cm pada MK
(Agustus-September),
sedangkan pada MH sekitar 264 cm (Desember-Januari). Kondisi ini memperlihatkan
bahwa dari segi drainase pada MK dan terutama pada MH outlet pembuang tidak
menjadi penghambat. Beberapa kasus yang terjadi di blok tersier,
pada saat MH air masam masuk ke lahan dan mematikan tanaman disebabkan oleh tidak
lancarnya aliran di saluran tersier akibat dari tidak terpeliharanya saluran
tersebut dari rumput sepanjang saluran karena lahan sekitarnya masih semak
belukar (tak diusahakan). Menahan air di tersier dengan mengoperasikan pintu
air pada
saluran tersier berpeluang
berhasil karena beda muka air antara tinggi maksimum dengan minimum pada MK di sungai Kapuas Murung sekitar 230
cm.
Gambar 1. Sistem tata air di daerah Lamunti dan Dadahup (Blok A) Kawasan PLG Sejuta
Hektar, Kab. Kapuas, Kalimantan
Tengah
Gambar 2. Sketsa sistim tata air di Lamunti, Kawasan PLG Sejuta Hektar, Kab Kapuas, Kalimantan Tengah
Gambar 2. Sketsa sistim tata air di Lamunti, Kawasan PLG Sejuta Hektar, Kab Kapuas, Kalimantan Tengah
3.2. Kondisi
Tata Air Mikro Sebelum Intervensi
Saluran tersier dibuat
tegak lurus saluran sekunder juga terdiri dari saluran tersier pemberi dan saluran tersier pembuang. Pangkal saluran
tersier pemberi bersambung dengan sekunder pemberi dilengkapi dengan pintu air tersier, tetapi
ujungnya tidak bersambung dengan sekunder pembuang.
Saluran tersier pembuang bersambung dengan sekunder pembuang yang dilengkapi dengan pintu air tersier pembuang, tetapi
tidak bersambung dengan sekunder pemberi. Setiap
unit saluran tersier pemberi melayani
areal sekitar
325 hektar (kotor)
atau sekitar 300 hektar (bersih). Demikian pula untuk saluran tersier pembuang melayani
areal sekitar
325 hektar kotor atau sekitar 300 hektar bersih. Lahan usaha antar saluran tersier disebut dengan blok dari Barat ke Timur urut A, B, C, D, E dan F.. Misal Desa A1 terdiri dari enam blok A, B, C, D, E, dan F. Saluran
kwater dibuat tegak lurus tersier arah Barat-Timur. Satu blok kuarter luas 15 hektar (kotor) atau 14 hektar (bersih), terdiri dari 7 petani. Sebagai contoh di desa A1 Lamunti
Permai, blok F terdiri dari 10 blok kwarter utara F1 – F10, dan 8 blok kwarter
selatan F11 – F18. Dimensi saluran tersier dan kuarter
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Dimensi saluran tersier dan
kuarter pada UPT Lamunti, Kalteng
Jenis saluran
|
Dimensi dan Jarak
Saluran (m)
|
||||
Lebar Atas
|
Lebar Bawah
|
Dalam
|
Jarak Antar saluran
|
Panjang
|
|
Saluran tersier
|
3,5
|
1,0
|
1,5
|
600-625
|
2.500
|
Saluran kuarter
|
1,5
|
0,5
|
0,5
|
200-240
|
600-625
|
Pintu
air terpasang di ujung atau pangkal saluran tersier terdiri dari tiga tipe.
Tipe-1 berupa pasangan beton dengan pintu sorong ulir vertikal plat baja aliran
underflow, ada jembatan di atasnya. Tipe-2 berupa pasangan beton dengan
pintu skot balok ulin aliran overflow,
pintu skot baloknya sudah hilang dicuri orang, tanpa jembatan di atasnya. Tipe-3 badan bangunan precast beton,
pintu sorong plat baja underflow. Hanya
saja pintu-pintu air di atas banyak tidak berfungsi dan sebagian badan bangunan rusak berat. Fungsi pintu air di saluran tersier diharapkan mampu
membuang kelebihan air hujan dan air masam (pH 3-3.5) pada MH di saluran
tersier terbuang ke Sungai. Kapuas Murung. Pada
MK menahan air setinggi mungkin supaya kedalaman air tanah di lahan tidak lebih dari 1 m untuk mencegah
kebakaran lahan. Dengan demikian pintu harus dilengkapi baik di pangkal maupun
di ujung saluran tersier. Pada pintu yang sudah ada dalam kondisi tubuh
bangunan masih baik, dilakukan pergantian daun pintu menjadi overflow precast (tabat), sedangkan di lokasi yang belum ada atau ada tetapi
tubuh bangunannya rusak berat dibuat pintu baru.
Pengaruh
masuknya air pasang ke saluran tersier tergantung pada tipe hidro-topografi
lahan dan jauh-dekat lokasinya ke sungai utama. Umumnya aliran pasang terjadi
lemah di saluran tersier, kecuali di lokasi desa A3. Di lokasi desa ini aliran
air pasang cukup kuat di saluran tersier, tetapi tidak meluap ke permukaan tanah.
Pada musim hujan diharapkan drainase penuh untuk membuang air masam hasil oksidasi
pirit yang
terjadi pada musim kemarau,
elevasi muka air di saluran tersier harus dirancang serendah mungkin. Untuk itu
di pangkal saluran tersier harus dilengkapi dengan pintu air otomatik yang
menutup pada waktu pasang dan membuka waktu surut.
Pengelolaan
air di tingkat lahan usaha tani (TAM) merupakan faktor kunci dalam menentukan
keberhasilan pengembangan lahan rawa. Tujuannya mencakup pelayanan pemenuhan
kebutuhan air tanaman maupun drainase , dan kebutuhan pencucian tanah .
Termasuk pula diantaranya adalah untuk memacu proses pematangan tanah,
perbaikan atau pelindian (leaching) terhadap
asam dan bahan-bahan beracun serta untuk pengembangan lahan dalam jangka
panjang .Pertumbuhan tanaman yang kurang berhasil sering diakibatkan oleh
pengaruh yang ditimbulkan dari air yang tergenang di lahan dalam waktu yang
lama akibat kurang memadainya sarana untuk proses pelindian maupun tidak adanya
penyegaran air secara periodik . Bagi
tanah yang kaya akan kandungan bahan organik kondisi yang demikian itu akan mengarah
kepada kondisi anaerobik, keracunan tanah dan rendahnya kualitas kandungan
bahan organik sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman yang produktif.
Tidak adanya pengelolaan air di lahan usaha tani yang dilakukan secara benar
disertai dengan buruknya pengoperasian bangunan-bangunan pintu air maka waktu
proses pematangan sampai mencapai sebagaimana yang diharapkan menjadi semakin
lama.
3.3. Kondisi Lahan Usaha Tani
Kondisi lahan usaha tani UPT Lamunti dapat dipilah dalam kategori lahan
yang terluapi langsung dan yang tidak terluapi langsung. Pada lahan yang lebih
sering terkena irigasi pasang sasarannya adalah pertanaman
padi dua kali dalam setahun ; pada musim kemarau ada kemungkinan perlu
menggunakan pompa agar bisa mencapai hasil pertanian yang optimal. Kondisi yang
ada untuk keperluan supply air tidak perlu diadakan perobahan. Kalau ada
penambahan hubungan antara saluran tersier dan sub-tersier dengan saluran
sekunder, maka perlu diperhatikan agar semua drainase benar-benar dapat
dikendalikan oleh para petani. Pada lahan yang tidak terkena luapan pasang (tadah hujan) Sasarannya
adalah tanam padi sekali setahun di
musim hujan dan tanaman palawija di musim kemarau
Untuk maksud itu drainase
lahan perlu penyempunaan untuk tanaman palawija di musim kemarau. Pada musim
hujan perlu adanya keseimbangan antara keperluan pelindian kandungan racun dari
dalam lapisan tanah dengan keperluan mempertahankan permukaan air d iatas lahan
untuk budidaya tanaman padi. Lahan diusahakan yang tidak ditanami atau
menjadi semak belukar sangat merugikan bagi petani rajin karena
rawan terhadap hama dan bahaya kebakaran pada MK. Kondisi ini menjadi faktor
penghambat utama keberhasilan usahatani di daerah ini. Banyak petani yang telah
membuka lahan dua hektar untuk kebun karet tetapi habis terbakar pada MK dengan
sumber api berasal dari sekeliling belukar kering lahan yang tidak diusahakan.
Beberapa kasus yang terjadi di blok tersier saat MH air masam masuk ke lahan dan mematikan tanaman
disebabkan oleh tidak lancarnya aliran di beberapa ruas saluran tersier akibat
dari tidak terpeliharanya ruas saluran tersebut dari rumput sepanjang saluran
karena lahan sekitarnya masih semak belukar (tak diusahakan).
Total lahan yang
dibudidayakan di sembilan desa luasnya 2.050 hektar, dari
total luas lahan yang tersedia 10 133 hektar,
persentase lahan yang dibudidayakan sekitar 20.2%, atau sekitar 79.8% masih
semak belukar. Berbagai
alasan yang menyebabkan kecilnya lahan yang dibudidayakan adalah: (a) banyak transmigran lokal yang tidak tahan dengan kondisi
setempat, kemudian meninggalkan lokasi kembali ke kampung asalnya, mereka hanya
datang jika pohon buah-buahan di kebun pekarangan (rambutan, mangga, cempedak,
petai, kelapa) sedang panen; (b) transmigran daerah asal yang tidak tahan
atau betah dengan kondisi
setempat, banyak yang pulang ke daerah asal nya atau bekerja di kota, umumnya
mereka sudah menjual tanahnya (sertifikat
hak pakai) ke transmigran yang masih bertahan di daerah ini atau ke pihak
lain; (c) transmigran yang masih bertahan tidak berani membuka lahannya karena
resiko kebakaran dari semak belukar lahan yang tidak digarap di sekelilingnya.
Pola usaha tani dan penataan lahan dari demplot pada delapan desa yang dipantau
disajikan pada Tabel 2
Tabel 2.
Pola tanam dan penataan lahan usaha tani
desa terpilih, Lamunti, 2009.
No
|
Lokasi UPT/Desa
|
Komoditas Utama dan Pola Tanam
|
Penataan lahan
|
1
|
A1-
Desa Lamunti Permai
|
Semangka,
jagung manis, nenas, dan singkong – sayuran
|
Tegalan/Kebun
|
2
|
A2-Desa
Menyahi
|
Karet
(karet-jagung manis/padi gogo)
|
Tegalan/Kebun/Tadah
hujan
|
3
|
A4-Desa
Keladan Jaya
|
Jagung,
sayuran cabai, tomat, timun, bayam, kacang tanah, bawang prei dan kangkung
|
Tegalan/Kebun
|
4
|
B1-Desa
Warga Mulyo
|
Karet
(karet-padi-palawija dan sayuran)
|
Tegalan/Kebun/Tadah
hujan
|
5
|
B3-Desa
Sri Widadi
|
Jeruk/Mangga
(jeruk/ mangga-tomat/terung/ cabai/ kol/jagung)
|
Tegalan/Kebun
|
6
|
C1-Desa
Harapan Jaya
|
Sayur
(cabai, bawang perai-jagung manis)
|
Tegalan/
Kebun
|
7
|
C2-Desa
Sekata Bangun
|
Karet
dan pantung dengan jagung
|
Tegalan/Kebun
|
8
|
C3-Desa
Sekata Makmur
|
Padi-Karet
(padi/karet)
|
Sawah
dan Kebun
|
Khusus
pada musim tanam MK 2010 intensitas hujan yang cukup tinggi pada
bulan-bulan April-Juli bahkan Agustus 2010
tidak seperti biasanya maka banyak bibit padi yang sudah tua dan tidak
mungkin lagi ditanam bahkan sebagian yang sudah ditanam menjadi mati karena
tenggelam. Namun demikian, beberapa lokasi yang relatif lebih
tinggi dengan drainase yang cukup baik dapat memanfaatkan kondisi iklim untuk
menanam palawija dan sayur mayur dan berhasil dengan baik seperti jagung,
semangka, terung, cabai dan lain
sebagainya.
IV. PENGELOLAAN AIR DI LAHAN RAWA
Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa pasang surut/gambut. Pemanfaatan gerakan pasang dan surut untuk
pengairan dan pengatusan (irigasi dan drainase) terhadap lahan sudah dikenal
seiring dengan dibukanya rawa
yang oleh petani dengan membuat saluran-saluran masuk menjorok dari pinggir
sungai ke arah pedalaman yang disebut dengan handil (bhs Banjar, Kalimantan Selatan) atau parit kongsi (bhs Sumatera).
Dorongan pasang dimanfaatkan untuk memasukan air sepanjang handil dan
petakan sawah. Pasang tunggal (purnama) yang merupakan puncak pasang dapat
meluapi lahan untuk wilayah tipe luapan A dan B. Pasang purnama ini hanya terjadi pada saat
bulan mati (setiap tanggal 1 bulan Qomariah)
dan bulan purnama (setiap tanggal 14 bulan Qomariah).
Lama genangan hanya 4-5 jam dengan selang waktu seiring dengan posisi peredaran
bulan. Sistem pengairan dan pengatusan
yang diterapkan petani yang memanfaatkan
hanya satu saluran handil (tersier) untuk masuk dan keluarnya air disebut aliran dua arah (two follow system).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pola aliran satu arah (one follow system), yaitu dengan
menentukan secara terpisah antara saluran masuk dan keluar dengan memasang pintu
air (flapgate) pada masing-masing
muara saluran sehingga terjadi aliran searah diperoleh hasil padi lebih tinggi
dibandingkan dengan aliran dua arah (Gambar 1).
Sketsa aliran sistem tata air satu arah disajikan pada Gambar 2a. Pengaruh pengaturan air pada skala
mikro (tersier) ini pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi pengaturan
air pada skala makro. Dengan kata lain,
kualitas air yang masuk ke saluran tersier atau petakan sawah tergantung pada
kualiats air pada saluran sekunder.
Beberapa kasus pada Sistem Garpu di wilayah Kalimantan Selatan dan
Tengah menunjukkan bahwa kualitas air
pada saluran sekunder sangat masam sehingga berimbas pada seluaran
terseir dan sawah yang kemudian mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi.
Gambar 3. Hasil Padi pada Sistem Tata Air Dua Arah dan
Satu Arah
Gambar 4. Skematik Aliran Satu Arah (atas) dan Tabat
(bawah)
Pada lahan luapan C, maka pengelolaan air diarahkan pada konservasi air di musim kemarau dengan sistem tabat (dam overflow/stoplog), yaitu menahan air sehingga kecukupan air dapat dipenuhi saat musim kemarau dengan menutup tabat menjelang musim kemarua atau akhir musim hujan (Gambar 2b).
Gambar 5.
Skematik Penataan lahan dan Tata
Air di Lahan Rawa.
V. KESIMPULAN
DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dan implikasi
kebijakan berikut :
- Pemahaman terhadap fisiogarfi lahan penting
untuk pengaturan strategi dalam pembukaan lahan dan pengelolaan air dalam pemanfaatannya lebih lanjut untuk
pertanian dan perikanan.
- Pengaruh
pengaturan air pada skala mikro (tersier) ini pada dasarnya
dipengaruhi oleh kondisi pengaturan air pada skala makro.
- Pemanfaatan
gerakan pasang dan surut untuk pengairan dan pengatusan (irigasi dan
drainase) terhadap lahan rawa perlu
dipahami dan sistem tata air satu arah dapat diterapkan untuk meningkatkan
produktivitas lahan rawa.
- Pada
lahan luapan C, maka pengelolaan air diarahkan pada konservasi
air di musim kemarau dengan sistem tabat (dam overflow/stoplog), yaitu menahan air sehingga kecukupan
air dapat dipenuhi saat musim kemarau
DAFTAR PUSTAKA
Andriesse, J.P. 1988. Nature and Management of Tropical
Peat Soils. FAO. Soil Bull. 59. Rome.
165 p.
Anwarhan, H.,
Itjin, R., Ismadi, D. S., Matondang, S., Sevenhuijen, R.J. dan . Sonneveld. B.G.J.S. 1986. Agricultural development in tidal lowland: soil
condition-water management farming system. In Symp. on Lowland Dev. in Indonesia :
Supporting Paper, 24-31 August 1986. Jakarta .
p. 210-290.
Aribawa, I.B. Suping, S., Widjaja Adhi, IPG., dan. Konstent.
JMC. 1990. Relation between hydrology and redox status of acid sulphate soils
in Pulau Petak , Indonesia . In AARD-LAWOO.
Papers Workshop on Acid Sulphate Soils in The Tropics. p. 88-109.
Balittra. 2001. 40
Tahun Balittra 1961-2001: Perkembangan dan Program Penelitian ke Depan.
Balitrtra. Banjarbaru. 84 hlm.
Beek, K.J., Blokhois, W.A., Driessen, P.M., Breemen, N.
V. dan Pons, L.J. 1980. Problem Soils: Reclamatiuon and
management. In Land Reclmation and Water Management. ILRI
Publ. 27. Wageningen. The Netherland. P. 43-72.
Ismail,
G.I., Alihamsyah, T., Widjaja Adhi,
IPG., Suwarno, Herawati, T., Tahir, R. dan Sianturi, D.E. 1993. Sewindu
Penelitian Pertanian di Lahan Rawa 1985-1993. Proyek SWAMPS II. Badan Litbang
Pertanian. Deptan. Bogor/Jakarta. 128 hlm.
Kosman, E. dan Jumberi, A. 1996. Tampilan potensi usahatani di lahan
rawa lebak. Dalam B. Prayudi et al. (eds). Pros. Seminar Teknologi
Sistem Usahatani Lahan Rawa dan Lahan Kering. Buku I. Balittra.
Banjarbaru. Hlm : 75-90.
Kselik, R.A.L.
1990. Water management on acid sulphate
soils at Pulau Petak, Kalimantan . In AARD-LAWOO. Paper Workshop on Acid Sulphate
Soils in The Humid Tropics, November, 20-22, 1990. AARD-LAWOO.
Bogor/Jakarta. p. 249-276.
Noor, M. 2004. Lahan
Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Rajawali Pers. Jakarta. 241
hlm.
Noorsyamsi,
H. dan
Hidayat, M. 1976. The tidal swamp rice culture in South
Kalimantan. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor 10:1-18.
Pons,
L. J., Breemen, N. V., and P.M.
Driessen. 1986. Physiography of coastal sediment and development of potential
soil acidity. In Acid Sulphate
Weathering. SSSA Special Publ. No. 10. Madison . Wisconsin . USA. p. 1-18.
Roelse, K.,
Verwey, S.A., Stuip, J., Vries de., Kerssens, PJM.,
dan Suryadi. 1986. Water quantity and quality
aspect of kolam systems in Kalimantan . In
Symp. on Lowland Development in Indonesia :
Research Paper, 24-31 August 1986. Jakarta .
p. 35-54.
Samingan,
M.T. 1979. Beberapa catatan tentang
vegetasi di daerah pasang surut Sumatera Selatan. Dalam Pros. Symp. Nasional
III Pengembangan Daerah pasang surut di Indonesia. Buku III. Palembang, 5-9 Pebruari 1979. Dep. P.U – IPB.
Bogor .
Vermulst.
H. 1990. Hydrolic survey in the kolam
system Unit Tatas, Sci. Report
No. 27. LAWOO-AARD, ILRI,.
Wageningen. the Netherland. 163 p.
Widjaja
Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan
rawa pasang surut dan lebak. J. Litbang Pertanian 5. Badan Litbang Pertanian. Jakarta .
_________________________
Makalah disampaikan pada Lokakarya “Sistem Pengelolaan Air Lahan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat” 4-6Januari 2011, Palangka Raya, Kalimantan Tengah yang dilaksanakan Sustainable Lowland Use Through Innovative Community Base Environment System (SLUICES) Project
4 komentar:
bukan hanya itu..kendala masyarakat adalah kadar keasaman air yg sangat menyiksa..hingga untuk mandi saja masyarakat seperti sedang dalam menjalani sebuah hukuman yg sangat berat
mantap mas bro
KISAH NYATA..............
Ass.Saya ir Sugianto.Dari Kota Timor Leste Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (Oktober 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS . 20 orang saja
keren kak infonya
umk makassar 2019
Posting Komentar