Sabtu, 13 September 2014

Jeruk Siam Banjar









Jeruk Siam Banjar: 
Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

Muhammad Noor dan Dedi Nursyamsi
  
     Jeruk siam (Citrus suhuensis) merupakan jenis jeruk yang berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Jeruk siam mempunyai kesesuaian agroekologi yang cukup luas, termasuk cocok dibudidayakan di lahan rawa pasang surut. Penyebaran tanaman jeruk siam ini cukup luas sehingga untuk membedakan sering digunakan nama tempat keberadaannya, antara lain kita mengenal jeruk Pontianak (Kalimantan Barat), jeruk Mamuju (Sulawesi Barat), Jeruk Batu (Malang, Jawa Timur). Di Kalimantan Selatan sendiri dikenal Jeruk Madang (Barito Kuala, Kalimantan Selatan) dan Jeruk Mahang (Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan).  Jeruk siam yang berkembang di Kalimantan Selatan telah dikukuhkan menjadi varietas unggul nasional dengan nama jeruk siam Banjar.  Pasar  jeruk siam dalam negeri sendiri cukup baik dan populer di petani karena produksinya paling tinggi diantara jenis jeruk lainnya, disukai konsumen, dan harga cukup baik.  Produksi jeruk di Indonesia tercatat mencapai 664.052 ton pada tahun 1999 meningkat menjadi 1.529.824 ton pada tahun 2003. 
      Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah pengembangan jeruk siam menunjukkan peningkatan produksi yang pesat dari 17.394 ton pada tahun 1999 menjadi 75.787 ton pada tahun 2003 atau naik sebesar hampir 3,5 kali lipat. Peningkatan produksi ini sebagai akibat perluasan wilayah budidaya dari luas 144.791 hektar pada tahun 2000 menjadi 201.077 hektar pada tahun 2004 (Dinas Pertanian Kalsel, 2004). Kabupaten Barito Kuala sebagai salah satu wilayah pengembangan jeruk siam mengalami perluasan mencapai 5.000 hektar pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 7.000 hektar tahun 2011.  Menurut  Staf Dinas Pertanian Kabupaten Barito Kuala (2012) sekarang luas pertanaman jeruk siam di lahan rawa Kalimantan Selatan mencapai sekitar  11.000 hektar, diantaranya 75% berasal dari Kabupaten Barito Kuala, sisa selainnya dari Kabupaten Banjar, Tapin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Peningkatan luas areal pertanaman jeruk di lahan rawa ini dirangsang oleh  harga yang cukup baik dari komoditas ini. Namun demikikan, kualitas buah yang dihasilkan dari komoditas ini masih beragam, terlebih lagi apabila dibandingkan dengan kualitas jeruk impor masih kalah bersaing, sehingga hal ini mempengaruhi besarnya penawaran.  Jeruk siam Banjar mempunyai beberapa keunggulan antra lain rasa manisnya yang khas dan jarang kapau (serat isi buah tebal dan kering). Jeruk siam Banjar terpilih sebagai Pemenang Juara II dalam Kontes Perlombaan Jeruk Nasional pada  tahun 2011 di Telekung, Jawa Timur. Pemenang Juara I direbut jeruk siam Batu dari Malang (Jawa Timur).

Budidaya Jeruk di Lahan Rawa
Budidaya jeruk di  lahan rawa sudah lama dikenal masyarakat setempat, khususnya di Kalimantan Selatan sejak ratusan tahun silam.  Budidaya jeruk siam di lahan rawa dapat dengan sistem hamparan (sawah), tetapi umumnya dengan sistem tukungan (gundukan)  atau surjan bertahap (sistem baluran).  Secara bertahap petani  membuat tukungan di lahan sawahnya. Sistem tukungan ini dianjurkan hanya untuk  lahan rawa dengan jenis tanah mineral atau bergambut, tetapi juga mulai merambat ke lahan gambut dengan berbagai ketebalan dari dangkal sampai sedang.  Bentuk tukungan umumnya persegi empat dengan tinggi 60-75 cm dan lebar sisi antara 2-3 meter.  Jarak tanam antar tanaman dalam baris 4-6  meter. Jarak antar baris 10-14 meter tergantung luas lahan dan kemampuan operasional traktor dalam pengolahan tanah untuk tanaman padinya. Apabila pilihan penataan lahan dengan sistem surjan maka diperlukan saluran pengatusan di salah satu sisi dengan lebar 1,0 meter dan dalam 0,6 meter agar mudah pengaliran air keluar dan juga dlengkapi dengan pintu air sistem tabat (dam overflow). Saluran ini juga dapat dimanfaatkan sebagai perangkap ikan alamiah. 
Budidaya  jeruk pada tipologi  lahan gambut menghadapi beberapa masalah agrofisik lahan, antara lain fluktuasi rejim air dan kondisi fisiko-kimia tanah seperti  kemasaman tanah, asam-asam organik yang tinggi, zat beracun, kegaraman/salinitas dan kesuburan tanah yang rendah.  Kondisi agrofisik lahan ini selanjutnya akan mempengaruhi baik produktivitas maupun kualitas buah yang dihasilkan.  Umur ekonomis  jeruk di lahan pasang surut sangat tergantung pada kondisi lahan dan perawatan tanaman. Apabila perawatan tanaman dan pengelolaan lahan cukup baik, maka umur ekonomis tanaman  dapat mencapai 50 tahun. Umur produktif jeruk di lahan rawa umumnya antara 25-30 tahun, tetapi apabila pengelolaan kurang baik maka setelah 5-7 tahun terjadi penurunan produksi.

Kualitas Buah
Hasil survei  menunjukkan pertanaman jeruk di lahan rawa cukup luas meliputi wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat,  Jambi, dan  Sulawesi Barat.  Kualitas  buah jeruk yang dihasilkan sangat beragam karena dipengaruhi oleh cara budidaya dan sifat-sifat kesuburan tanahnya. Perbaikan kulitas buah jeruk  dapat dilakukan dengan perbaikan sifat-sifat tanahnya. Lahan gambut dikenal kurang subur dan perbaikan lahan ini diperlukan untuk mendapatkan hasil dan kualitas yang baik.   Permintaan terhadap komoditas ini sangat terkait dengan kualitas yang dihasilkan oleh karena itu maka  perlu perbaikan sifat-sifat tanah untuk meningkatkan kualitas buah yang dihasilkan.
Buah  jeruk siam dari lahan pasang surut mempunyai kualitas yang baik dengan rasa manis yang khas, tetapi tidak semua pertanaman menghasilkan kualitas buah yang baik. Hasil buah jeruk di lahan pasang surut tipe A mempunyai rasa manis lebih baik dibandingkan tipe B atau C.   Hasil penelitian S. Satya Antarlina dan Muhammad Noor (2007; 2010)  menunjukkan kualitas jeruk di tanah mineral lahan rawa pasang surut tipe luapan A (wilayah rawa pasang surut yang mendapatkan luapan pasang baik pasang besar maupun pasang kecil)  mempunyai kadar gula 13,4% lebih tinggi dibandingkan dengan lahan rawa pasang surut  tipe luapan C (wilayah rawa pasang surut yang tidak mendapatkan luapan pasang samasekali) dengan kadar gula hanya 9,34%. Kadar gula buah jeruk ini ternyata berkorelasi positif dengan kadar kalsium (Ca) dan magnisium (Mg) tanah dengan nilai R = 50,4 %. Kandungan Aluminium (Al) pada tanah berkorelasi positif dengan kadar kadar asam dan vitamin C buah jeruk. Kandungan sulfam (SO4) pada tanah berkorelasi negatif dengan kadar gula buah jeruk dan berkorelasi positif dengan kadar asam buah jeruk. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kandungan Ca dan Mg pada tanah berkorelasi positif terhadap tingkat kemanisan buah jeruk sedangkan kandungan Al dan SO4 berkorelasi negatif dengan tingkat kemanisan buah jeruk.

Analisis Biaya  Manfaat
Hasil penelitian Yanti Rina dkk (2005) menunjukkan analisis biaya manfaat dengan tingkat bunga masing-masing 12%, 15% dan 18% dan harga masing-masing di desa Karang Indah Rp 2.500/kg (1 kg =  6-7 buah), dan di desa  Sungai Kambat beragam menurut kelasnya Rp 300/buah untuk klas A, Rp 200/buah klas B, dan Rp 100/buah kelas C. Apabila per pohon terdiri dari 22 % klas A, 44 % klas B dan 34% klas C (Tabel 1).  Nilai B/C, NPV dan IRR seluas 1 hektar diperoleh hasil sebagai berikut :
1). Desa Karang Indah menunjukkan nilai B/C < 1 sampai umur tahun ke ke tiga, kemudian pada tahun ke empat  nilai B/C > 1 dan tertinggi pada tahun ke tujuh. Desa Sungai Kambat dan Simpang Arja menunjukkan nilai B/C < 1 sampai tahun ke empat, kemudian  pada tahun ke lima nilai B/C > 1. Desa Gudang Hirang dan Sungai Tandipah nilai B/C >1 dicapai pada tahun ke lima. 
2). Nilai Net Present Value (NPV) sampai tahun ke 3 tanaman jeruk di desa Karang Indah masih negatif,  tetapi pada tahun ke 4 nilai NPV  positif atau hasil jeruk dan padi serta sayuran sudah dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Nilai NPV di empat desa lainnya meliputi desa Sungai Kambat, Simpang Arja, Sungai Tandipah dan Gudang Hirang pada tahun ke empat masih negatif dan baru pada tahun ke lima positif.  Penggunaan bibit berupa okulasi lebih cepat memberikan produksi dibandingkan cangkok sehingga pencapaian nilai NPV positif  di desa Karang Indah lebih cepat dibandingkan desa lainnya. Tingkat bunga paling tinggi 40%, kecuali untuk desa Gudang Hirang 50%.
3). Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan tingkat bunga 40%  dicapai  nilai IRR  38,65 % untuk desa Karang Indah,  IRR 32,83%  untuk desa Sungai Kambat dengan nilai, IRR 34,67% untuk desa Sungai Tandipah dan nilai IRR 35,97% untuk Simpang Arja, sementara dengan tingkat bunga 50% diperoleh nilai IRR 47% di desa Gudang Hirang.

Tabel  1. Analisis biaya manfaat usahatani jeruk siam di lahan rawa pasang surut, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 2005

Kriteria Investasi
Analisis Biaya Manfaat
Df 12%
Df 15%
Df 18%
Desa Karang Indah
       B/C
       NPV (Rp)
       IRR(%)

1,51
13.904.291,67
39,03

1,44
10.930.656,97
38,91

1,33
7.634.363,33
38,65
Desa Sei Kambat 
       B/C   
       NPV (Rp)
       IRR(%)

           1,61
  34.006.620,37
           35,32

           1,51
   27.154.287,73
          34,980

            1,35
   14.119.848,86
            32,83
Desa Gudang Hirang 
       B/C   
       NPV (Rp)
       IRR(%)

           3,24
111.609.008,51
          48,35
       
           3,23
 104.156.947,13
          48,32

             2,49
    4.899.453,42
           47,20
Desa Sei Tandipah
       B/C   
       NPV (Rp)
       IRR(%)
 
         1,84
  47.194.642,20
           36,55         

          1,73
   39.231.717,29
          36,39   
      
             1,49
   20.702.777,31
           34,67    
Desa Simpang Arja 
       B/C   
       NPV (Rp)
       IRR(%)

            1,56
   3.826.468,57
           37,31

           147
   19.050.390,16
          37,07

             1,38
   11.279.744,36
              35,97
    Sumber :  Rina et al. (2005)


Hasil uraian di atas menunjukkan bahwa investasi pengembangan komoditas jeruk di lahan rawa dengan pola surjan dengan acuan dari desa Karang Indah dengan pola padi + jeruk + sayuran dapat dinilai layak karena nilai B/C >1, nilai NPV positip, pay back period lebih kecil dari umur ekonomis adalah umur 4 tahun (sementara umur tanaman di analisis 7 tahun) dan nilai IRR 38,65% lebih besar dari suku bunga 12%, 15% dan 18%. Demikian juga untuk lokasi lainnya di desa Sungai Kambat dan Simpang Arja dengan pola padi + jeruk di  desa Gudang Hirang dan Sungai Tandipah dengan pola padi + jeruk + pisang, dapat dinyatakan layak karena nilai B/C >1, nilai NPV positip, pay back periode adalah 5 tahun  lebih kecil dari 25 tahun dengan nilai IRR masing-masing di desa Sungai Kambat 32,83 %, Gudang Hirang 47%, Sungai Tandipah 34,67% dan Simpang Arja 35,97 %.  Prospek pengembangan jeruk siam dapat lebih ditingkatkan dengan perbaikan kualitas buah sehingga mempunyai nilai jual yang lebih baik.
Hasil usaha tani padi + jeruk siam + sayur (cabai) secara nyata dapat meningkatkan pendapatan petani. Bahkan pendapatan dari jeruk  menjadi andalan bagi petani lahan rawa pasang surut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan (Tabel 2).

 Tabel 2.  Analisis  biaya, penerima dan keuntungan usaha tani padi, jeruk siam dan cabai di lahan rawa pasang surut, Desa Karang Indah, Barito Kuala, Kalimantan Selatan

Komoditas
Biaya
(Rp./ha)
Penerimaan
(Rp./ha)
Keuntungan
(Rp./ha)
R/C ratio
Padi lokal
Jeruk (surjan)
Cabai (surjan)
856.000
1.162.000
810.000
2.910.000
10.070.00
1.500.000
2. 054.000
8.908.000
690.000
3,40
8,67
1,85
Jumlah
2.828.000
14.480.000
11.652.000
4,93
Padi unggul 2 x
Jeruk (surjan)
Cabai (surjan)
3.794.000
1.162.000
810.000
6.984.000
10.070.000
1.500.000
3.190.000
8.908.000
690.000
1,84
8,67
1,85
Jumlah
5.766.000
18.554.000
12.788.000
3,21
    Sumber : BALITTRA (2004)

1 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites