Dampak Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian terhadap
Agrofisik Lahan dan Sosial Ekonomi Petani
Muhammad Noor, Dedi Nursyaamsi, Noorginayuwati
Anna Hairani, dan Nurwahid
PENGANTAR
Kegiatan
penelitian ini didanai oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (BPATP) sebagai penghargaan bagi
Pemenang Kompetisi sebagai Inovator Luar Biasa Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian Tahun 2011. Kegiatan lapangan dari penelitian ini dilaksanakan secara
simultan di 2 (dua) lokasi, yaitu (1) Riau dari tanggal 12 sampai dengan 18
Juni 2012 dan (2) Kalimantan Barat dari tanggal 5 sampai dengan 11 Juli 2012 .
Kami
mengucapkan terima kasih kepada Tim Pokja Pengelola Alih Teknologi Pertanian,
khususnya Prof. Dr. H. Karim Makarim, M.Sc. yang banyak memberikan masukan
dalam penyusunan proposal dan laporan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Ir. Gufran MS dari BPTP
Kalimantan Barat dan Ir. Ony dari BPTP Riau, PPL Kuala Dua (Pontianak), PPL
Rasau Jaya (Kubu Raya), PPL Kempas (Indragiri Hilir); Bunga Raya (Siak) yang
telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan di atas.
Demikian,
atas tersusunnya laporan ini kami juga mngucapkan apresiasi kepada anggota tim
peneliti dan penyuluh yang tergabung dalam penelitian yang telah menyediakan
waktu dan pikirannya sehingga tersusunnya laporan ini. Kami tim penelitin mohon
kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat untuk pengembangan pertanian, khususnya di lahan gambut yang masih
sangat terbatas informasinya.
Banjarbaru, November 2012
Dr. Ir. Muhammad Noor, MS.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Lahan gambut di Indonesia mencapai luas 17-20 juta ha, namun
hanya sebagian yang sudah dimanfaatkan terutama untuk pertanian. Pemanfaatan
gambut untuk pertanian tercatat sejak tahun 1930an. Pemerintah sejak tahun 1969
telah merencanakan pembukaan lahan rawa pasang surut, termasuk lahan gambut untuk
mendukung program transmigrasi. Pada tahun 1995/1996 pemerintah kembali
merencanakan membuka lahan rawa dan gambut dalam Proyek Pengembangan Lahan
Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah. Beragam komoditas pertanian dikembangkan di lahan gambut
dari tanaman semusim (padi, palawija, sayur mayur) sampai tanaman tahunan
(kelapa, jeruk, kelapa, kelapa sawit, kopi, dsb) dengan berbagai inovasi
teknologi dan asupan input (eksisting). Namun apabila terjadi kesalahan dalam pengelolaan
lahannya maka terjadilah kerusakan pranata hidrologi dan penurunan
produktivitas yang kemudian lahan ditinggalkan menjadi lahan tidur. Penelitian
ini bertujuan antara lain: (1) menginventarisasi
ragam pemanfaatan lahan dari jenis tanaman yang dikelola, inovasi teknologi
budidaya, dan taraf pengelolaan (eksisting) dan (2) menyusun nilai komparatif pemanfaatan lahan
(dengan pengelolaan lahan dan budidaya tanaman yang diterapkan) terhadap
aspek-aspek agrofisik lahan dan sosial ekonomi dari masing-masing komoditas.
Keluaran yang diharapkan dari penelitian yaitu : (1) Informasi tentang sistem pengelolaan lahan gambut
untuk berbagai budidaya tanaman, meliputi sistem pengelolaan air, pengelolaan
lahan, penyiapan tanah, asupan pupuk (input),
dan kearifan lokal (indigenous knowledge) dalam pemanfaatan
lahan. (2) Nilai komparatif dan dampak masing-masing pengelolaan
atau pemanfaatan lahan gambut terhadap agrofisik lahan dan sosial ekonomi
petani, dan (3) Arahan
sistem pengelolaan alternatif yang menghasilkan produktivitas tanaman tinggi
dengan dampak lingkungan yang minimal. Penelitian di laksanakan selama sepuluh bulan tahun 2012
dengan lokasi di provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Penelitian ini merupakan
penelitian perkembangan (developmental
research) untuk penyelidikan pola perkembangan atau peubahan secara
sistematik dengan kegiatan utama yaitu
(1) pengukuran dan pengamatan sifat-sifat agrofisik lahan dan lingkungan, dan
(2) pengambilan dan pengamatan terhadap data-data sosial ekonomi petani dan
fakkor-faktor eksternal berupa kelembagaan petani dan usaha taninya. Pengamatan terhadap aspek-aspek agrofisik
lahan dan lingkungan dilakukan dengan penyelidikan lapang secara cepat (quick assesment) dengan melakukan karakterisasi.
Pengambilan data social ekonomi dengan survey dan wawancara. Pendekatan
penelitian menggunakan pendekatan
Agro-Ekosistem dan Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat (Rapid Rural Appraisal = RRA).
Agro-ekosistem adalah ekosistem yang telah mengalami perubahan akibat
pemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung baik oleh akibat alam
(banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan lainnya) maupun akibat olah manusia
(pertanian, perkebunan, peternakan dan sebagainya). RRA adalah suatu metode atau kegiatan yang
dirancang secara sistematis untuk mendapat informasi, keterangan, kesimpulan
atau suatu penilaian dalam jangka waktu yang terbatas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) Pemanfaatan lahan
gambut untuk tanaman pangan (padi, palawija, sayuran, horti, nenas, lidah buaya
di Kalbar masih bersifat individual dan semata-mata untuk pendapatan keluarga
dan kurang kompetitif, (2) Pemanfaatan lahan gambut untuk sawit di Riau lebih
berorientasi bisnis bermitra dengan perusahaan umumnya, (3) Pemanfaatan gambut
tebal untuk pengembangan kelapa sawit yang berkembang dalam 5-10 tahun terakhir
karena sumberdaya lahan terbatas, (4) Produktivtas tanaman rata-rata rendah
karena input rendah dan modal terrbatas dapat ditingkatkan, (5) Pola tanam polikultur bukan monokultur, semakin
banyak jenis tanaman lebih bagus (resiko harga jatuh minimal) – kaidah keseimbangan lingkungan, (6) Komoditas nenas di Kalbar mempunyai nilai
ekonomi paling layak secara ekonomis karena
menguntungkan dan paling efisien
(R/C tertinggi ), (7) Investasi ,kelapa sawit yang diusahakan di
kabupaten Siak layak secara ekonomis (B/C > 1, nilai NPV positip dan nilai
IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku (DF 10% maupun DF 12%); pilihan
petani di desa Bayas Jaya dan Kempas Jaya di kabupaten Inhil yang mengganti
tanaman sawit dengan karet merupakan pilihan yang tepat, dan (8) Kelembagaan
penyuluh di Kalbar berimbang antara efektif dan yang tidak efektif, koperasi
atau KUD tidak efektif, klompok tani dan gotong royong cukup efektif, di
kelmebgaan penyuluh, KUD/Koperasi dan P3A tidak efektif, gotong royong efektif
dan kelompok tani seimbang antara efektif dan tidak efektif.
EXECUTIVE SUMMARY
Peatlands in Indonesia, reaching 17-20 million ha, but
only part that has been used mainly for agriculture. Utilization of peat for agriculture
recorded since the 1930s. Government
since 1969 has planned the opening of tidal swamplands, including peatlands in
it to support the resettlement program. In
the year 1995/1996 the government again plans to open land and peat bogs in
Peatland Development Project (PLG) Million Acres in Central Kalimantan. Developed a variety of agricultural
commodities in peatlands of seasonal crops (rice, vegetables) to the annual
crops (coconut, orange, coconut, oil palm, coffee, etc.) with a range of
innovative technologies and inputs intake (existing). But if something goes wrong in the
management of the land there hydrologic damage and reduced productivity of
institutions which later abandoned land becomes bare land. The study aims are:
(1) an inventory of various of land use, including plant species that are
managed, aquaculture technology innovation, and management level (existing) and
(2) prepare a comparative value of land use (with land management and crop
cultivation are applied) to the aspect -social
aspects of land use and economic agro-physics of each commodity. Expected outputs of the research are:
(1) information about peatland management for cultivation of various cropts, including
water management, land management, land preparing, fertilization, and local
wisdom (indigenous knowledge) of land use, (2) the comparative dampac value of
land use for the commodity (given) on the agrophysical land and social aconomical
of peasent, and (3) Referral of management of peat alternatives that produce
high crop productivity with minimal environmental impact. Research carried on for ten months of
2012 with locations in Riau Jambi and West Kalimantan. This research is the development
(developmental research) to study of dynamically pattern of development or
systematically with the main activities, namely (1) measurements and
observations agrofisik properties of land and environment, and (2) retrieval
and examination of socio-economic data of farmers and fakkor external factors of
institutional farmers and their farm. Observations
on aspects of land and environmental agro-physics conducted by field
investigation quickly (quick assessment) by characterisation. Socioeconomic data capture with
surveys and interviews. Approach
to research using Agro-Ecosystem approach and understanding of the rural by
short time (Rapid Rural Appraisal =
RRA). Agro-ecosystems are
ecosystems that have undergone changes due to the use, directly or indirectly
caused both by natural (floods, droughts, fires, etc.) or due to human if
(agriculture, plantation, animal husbandry and so on). RRA is a method or a systematic
activities designed to obtain information, details, conclusion or a judgment in
a limited period of time. The results showed that (1) Utilization of peat land for
food crops (rice, pulses, vegetables, Horti, pineapple, aloe vera in West
Kalimantan is still individual and solely for family income and less
competitive, (2) use of peatlands for palm Riau more business-oriented partner
with companies generally, (3) Utilization of thick peat for growing oil palm
development in the last 5-10 years because of limited land resources, (4)
Produktivtas low average crop due to low input and capital can be increased
terrbatas , (5) not a monoculture polyculture cropping pattern, the more types
of plants nicer (minimal risk of falling prices) - the rules of the
environmental, (6) pineapple Commodities in West Kalimantan has economic value because
most feasible economically profitable and most efficient (R / C highest), (7)
Investments, palm oil grown in Siak district economically feasible (B / C>
1, the positive NPV and IRR greater than the prevailing interest rate (DF DF
10% and 12%); choice of farmers Bayas village and Kempas Jaya Jaya district
Inhil that replace oil with a rubber plant is the right choice, and (8) in West
Kalimantan extension Institutional balance between effective and ineffective,
ineffective cooperatives or cooperatives, farmer and mutual assistance klompok
quite effective , in kelmebgaan extension, cooperatives / cooperative and P3A
ineffective, effective mutual cooperation and farmers balance between effective
and ineffective.
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Lahan gambut di Indonesia
mencapai luas 17-20 juta ha yang tersebar di tiga pulau besar Kalimantan,
Sumatera dan Papua, namun sebagian besar yang sudah dimanfaatkan terutama untuk
pertanian berada di Kalimantan dan Sumatera. Pemanfaatan gambut untuk pertanian
secara luas tercatat berlangsung sejak tahun 1980an. Pemerintah sejak tahun
1969 telah merencanakan pembukaan lahan rawa pasang surut, termasuk diantaranya
lahan gambut dalam mendukung program transmigrasi yang memindahkan sekitar 2
juta jiwa penduduk pulau Jawa dan Bali ke lahan-lahan rawa di Kalimantan dan
Sumatera seluas 5,25 juta ha. Pada tahun 1995/1996 pemerintah kembali
merencanakan membuka lahan rawa, termasuk diantaranya lahan gambut seluas
sejuta hektar dalam Proyek Pengembangan
Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. Pembukaan dan pemanfaatan lahan gambut
di atas sangat terkait dengan kondisi pangan nasional yang masih kuat
bergantung pada impor.
Keseluruhan lahan
rawa yang berhasil dibuka baru sekitar 5 juta ha lahan rawa, termasuk lahan
gambut. Lahan rawa yang dibuka mencapai 2 juta ha oleh pemerintah dan 3 juta
oleh masyarakat secara swadaya. Namun dari luas lahan gambut yang dibuka dapat
dimanfaatkan baru 0,5 juta ha untuk tanaman semusim (pangan) dan 1,5 juta ha
untuk tanaman perkebunan (terutama karet, kelapa, dan kelapa sawit). Padahal luas
lahan rawa, termasuk gambut yang cocok untuk pengembangan pertanian, termasuk
perkebunan diperkirakan antara 9-10 juta hektar (Radjagukguk, 2010; Noor,
2010). Dalam sepuluh tahun ke depan akibat pertambahan penduduk, degradasi lahan,
konversi lahan dan lain sebagainya maka pemanfaatan lahan gambut untuk
pengembangan pertanian, termasuk perkebunan akan semakin luas dan
intensif.
Pengembangan lahan
gambut untuk perkebunan disinyalir meningkatkan kebakaran hutan dan
perambahan/pembalakan hutan yang
menyebabkan meningkatnya emisi CO2 ke atmosfir. Lahan gambut merupakan rosot karbon, tetapi juga
sekaligus dapat menjadi sumber emisi gas rumah kaca (GRK) antara lain CO2,
CH4, dan N2O karena gambut tersusun dari jaringan tanaman
yang merupakan senyawa karbon. Komitmen
pemerintah Indonesia secara
sukarela menargetkan
penurunan emisi GRK sebesar 26%, diantaranya 9,5-13,0% dari pembukaan
lahan gambut patut dipertimbangkan kembali mengingat kebutuhan pangan dan
energi ke depan yang semakin besar dan deras. Juga mengingat potensi lahan
gambut sangat prospektif untuk pengembangan pertanian maka semestinya terus untuk
digali dan dikembangkan. Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah untuk
mewujudkan 4 (empat) Sukses Kementerian Pertanian (Renstra Kemtan 2010-2014),
yaitu (1) Swasembada pangan (padi, jagung, kedelai); (2) Diversifikasi pangan,
(3) Meningkatkan nilai tambah, dan (4) Meningkatkan kesejahteraan petani.
Operasionalisasi pencapaian 4 Sukses Kemtan di atas melalui Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan melakukan 7 (tujuh) Gema Revitalisasi, yaitu (1) lahan, (2) perbenihan
dan pembibitan, (3) infrastruktur dan sarana, (4) sumber daya manusia, (5)
pembiayaan petani, (6) kelembagaan petani, dan (7) teknologi dan industri
hilir. Penelitian ini juga terkait dengan harapan Badan
Litbang Pertanian (Renstra Badan Litbang 2010-2014) untuk ketersediaan (1)
informasi potensi sumberdaya lahan untuk mendukung pengembangan pertanian
(lahan terlantar, peningkatan IP,
perlindungan lahan pangan berkelanjutan)
seluas 15 juta ha dan (2) paket dan komponen teknologi pengelolaan
sumber daya lahan dan sumber daya air, termasuk khususnya pada lahan rawa pasang surut dan gambut.
1.2.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan: (1) menginventarisasi ragam sistem
pengelolaan lahan gambut untuk budidaya
pertanian, termasuk pengelolaan air,
pengelolaan lahan, penyiapan lahan, asupan pupuk (input) dan kearifan
lokal (indogenous knowledge) setempat
dan (2) menyusun nilai
komparatif dan pengaruh pemanfaatan berdasar komoditas dan pengelolaan lahan
terhadap aspek-aspek agrofisik lahan dan sosial ekonomi dari masing-masing komoditas.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan gambut sejak lama dimanfaatkan masyarakat setempat
dengan berbagai komoditi dan taraf pengelolaan. Pemerintah sejak tahun 1930
telah membuka dan memanfaatkan lahan gambut dengan pola jaringan tata air
seperti sisir, garpu, handil dan lainnya. Beragam komoditas dikembangkan di
lahan gambut dari tanaman semusim (padi, palawija, sayur mayur) sampai tanaman
tahunan (kelapa, jeruk, kelapa, kelapa sawit, kopi, dsb) dengan inovasi
teknologi dan asupan input beragam. Lahan gambut yang dibuka pemerintah sejak
1970-1990 tersebar di Sumatera Selatan, Rian, Jambi, Sumatera Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan (Tabel 1).
Tabel 1. Lokasi pengembangan transmigrasi di lahan gambut di 7 provinsi
|
Pemanfaatan lahan gambut ke depan dituntut selain
menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan tidak
merusak lahan gambut itu sendiri. Lahan gambut sendiri dikenal rapuh (fragile) sehingga memerlukan teknologi
dan input yang tepat dengan dampak terhadap lahan gambut negatif yang
minimal. Pengembangan lahan gambut
dihadapkan pada kendala biofisik lahan dan lingkungan serta sosial ekonomi. Kesalahan
dalam mengelola dapat mengakibatkan degradasi lahan, kerusakan pranata
hidrologi, penurunan produktivitas, hilangnya mata pencaharian petani dan migrasi
penduduk ke luar desa.
Oleh
karena besarnya potensi karbon dari lahan gambut maka dengan pemanfaatan lahan
gambut yang semakin luas dicemaskan akan
memacu perubahan iklim akan semakin deras.
Menurut proyeksi Kementerian Lingkungan Hidup (2010) emisi GRK sampai
tahun 2020 diperkirakan mencapai 2,95 Gt CO2 meningkat sebesar 70 %
atau rata-rata meningkat 7% per tahun. Menurut Melling et al. (2005; 2008) emisi gas karbon (CO2) tahunan dari
ekosistem kelapa sawit di lahan gambut selama 5 tahun menunjukkan lebih rendah
dibandingkan dengan ekosistem hutan gambut.
Laju emisi karbon (CO2) pada ekosistem hutan gambut setara
dengan 2,1 ton C.ha-1.tahun-1, sedang laju emisi pada
lahan yang ditanami kelapa sawit 1,5 ton
C.ha-1.tahun-1. Sementara emisi CH4 dari ekosistem hutan
gambut dalam hanya mencapai 0,18 ton C ha-1 tahun-1,
sedang pada lahan yang ditanami kelapa sawit
CH4 disimpan dalam bentuk rosot sebesar -0,15 ton C ha-1
tahun-1. Angka-angka yang ditunjukkan dari penelitian, khususnya
pada emisi karbon jauh lebih rendah dari yang dikemukakan oleh sumber lainnya di
atas, termasuk dari Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC, 2000).
Menurut
Lambert (1995) dan Suryanto (1994) sifat-sifat fisk-kimia lahan gambut sangat
dipengaruhi oleh jenis komoditas yang dibudidayakan. Menurut Radjaguguk (2000)
akibat reklamasi setelah 4-10 tahun sifat-sifat fisik dan kimia tanah gambut
yang berubah antara lain pemadatan (subsidance),
kerapatan lindak (bulk density)
meningkat, namun di sisi lain sifat kimia seperti kemasaman tanah dan air
menurun, kelarutan asam-asam organik meningkat, ion-ion toksik meningkat.
Noorginayuwati dan Noor (1999) menunjukkan dengan menurunnya kondisi kualitas
lahan setelah reklamasi dan dimanfaatkan untuk budidaya pertanian tanaman
pangan, hasil panen atau produktivitas lahan menurun yang mengakibatkan petani
meninggalkan lahannya.
Berkenaan
dengan kesepakatan pemerintah dalam penurunan emis GRK sebsar 9,5-13 % dari
lahan gambut atau 26% oleh pemerintah sampai tahun 2020 dan terbitnya INPRES No
10/2011 tentang moratorium pemanfaatan lahan gambut untuk mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim di kalangan ilmuawan masih menjadi perdebatan maka
upaya inovasi pengelolaan lahan rawa untuk pengembangan lahan gambut dengan
tingkat produktivitas yang tinggi dan emisi rendah sangat penting. Penggalian informasi dan pengetahuan petani
dalam pengembangan lahan gambut ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam
perumusan arah kebijakan pengembangan lahan gambut. Selain itu dari sintesis hasil-hasil
penelitian lapangan dan pengetahuan lokal petani di lahan gambut juga diharapkan
dapat diketahui dampak pengelolaan lahan selama ini terhadap aspek agro fisik
lahan dan sosial ekonomi petani serta tingkat keberlanjutan usahataninya ke
depan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pendekatan Penelitian
Pendekatan
penelitian menggunakan pendekatan
Agro-Ekosistem dan Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat (Rapid Rural Appraisal = RRA).
Agro-ekosistem adalah ekosistem yang telah mengalami perubahan akibat
pemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung baik oleh akibat alam
(banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan lainnya) maupun akibat olah manusia
(pertanian, perkebunan, peternakan dan sebagainya). RRA adalah suatu metode atau kegiatan yang
dirancang secara sistematis untuk mendapat informasi, keterangan, kesimpulan
atau suatu penilaian dalam jangka waktu yang terbatas (Collier et al, 1986; Puslitbangtan, 1991;
Noorginayuwati dan Noor, 1999). Kerangka
alur pikir permasalahan disajikan pada Gambar 1.
3.2. Metode dan Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada tahun
2012 dengan lokasi (1) Propinsi Riau dan (2) Kalimantan Barat. Pada masing-masing
propinsi ditentukan 2 (dua) kabupaten dengan sebaran lahan gambut terluas.
Setiap kabupaten dipilih 2 (dua) kecamatan dan masing-masing setiap kecamatan
diambil 2 (dua) desa. Lokasi penelitian merupakan lahan gambut yang telah
dibudidayakan untuk pertanian. Kegiatan dalam 2 (dua) tahap yaitu (1) studi
pustaka, dan (2) pra survey, survey dan
wawancara perkembangan.
Tahap
1: Studi Pustaka
Studi pustaka ini menyangkut masing-masing
lokasi penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran (deskriptif)
tentang lokasi secara umum yang meliputi sebaran lahan gambut di
provinsi/kabupaten/kecamatan, kondisi umum wilayah (iklim, topografi, tanah,
air), pemanfaatan secara umum dan tata guna lahan (pertanian tanaman pangan,
perkebunan, periaknan, peternakan, kehutanan), termasuk peta-peta wilayah.
Tahap 2. Pra Survei, Survei dan Wawancara
Kegiatan pra survey yang dilanjutkan
dengan survey atau wawancara ini bertujuan untuk mempelajari tahap awal keadaan
umum wilayah penelitian yaitu meliputi sumber daya alam/lahan, sumber daya
manusia, sumber daya ekonomi penduduk/petani (mata pencaharian), dan
observasi keliling atau orientasi lapang pada lokasi wilayah penelitian. Setelah
mendapatkan gambaran umum maka dikumpulkanlah data-data rinci sesuai dengan
masalah yaitu dampak pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian terhadap
agrofisik lahan dan sosial ekonomi.
Informasi diperoleh dengan wawancara tanpa kuesiner, tetapi topik/sub
topik sebagai pedoman wawancara semi strruktur telah disusun daftar pertanyaan
dengan kata bantu dalam wawnacara yaitu apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan
bagaimana (5W+ 1H).
Kegiatan survey dan wawancara ini
merupakan penelitian perkembangan (developmental
research) untuk menyelidiki pola perkembangan atau perubahan secara sistematik
(Suryabrata, 1983; Collier, 1986; Hadi, 2001). Kegiatan ini terdiri atas
(1) pengukuran dan pengamatan sifat-sifat agrofisik lahan dan lingkungan
di lapangan dan labratorium, dan (2) pengambilan dan pengamatan terhadap
data-data sosial ekonomi petani dan fakkor-faktor eksternal berupa kelembagaan
petani dan usaha taninya, termasuk kebijaksanaan dan norma-norma yang ada di
masyarakat setempat.
3.3.
Pengolahan Data dan Analisis
Data yang terkumpul diolah dengan
menyaring dan menyeleksi atas dasar realibilitas dan validitasnya, data yang
kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan
analisis sistem terhadap pola perubahan menurut ruang, waktu, aliran dan
keputusan baik terhadap agrofisik lahan dan lingkungan dan sosial ekonomi
petani (Collier et al., 1986;
Lambert, 1995; Hadi, 2001).
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Agrofisik Lahan dan LIngkungan serta
Perubahannya
4.1.1.
Karakterisitik Sumber Daya Lahan
Gambut
Lahan gambut di propinsi Kalimantan
Barat tersebar diseluruh atau 8 daerah kabupaten/kota, terluas diantaranya di 2
(dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak
dan Kabupaten Kubu Raya. Pada dua kabupaten ini pemanfaatan lahan gambut untuk
pertanian, khususnya tanaman pangan cukup luas sehingga terpilih untuk menjadi lokasi atau tempat penelitian
ini. Sebaran lahan gambut di Propinsi Kalimantan Barat disajikan dengan peta pada
Lampiran 1. Hasil karakterisasi di 9 (empat)
desa/lokasi terpilih di Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya menunjukkan
ketebalan gambut antara 1 - > 3,5 meter, kemasaman tanah sangat masam (pH
4-5), dan muka air tanah dangkal sampai sedang (15 – 70 cm) yang sebagian besar dimanfaatkan untuk
pengembangan tanaman pangan (Tabel 2).
Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa sifat kimia tanah sangat
ditentukan oleh penggunaan atau pilihan komoditas yang dibudidayakan disajikan
pada Tabel Lampiran 1.
Lahan gambut di propinsi
Riau tersebar diseluruh atau 11 daerah kabupaten/kota, terluas diantaranya di 2
(dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Siak. Pada dua
kabupaten ini pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan, khususnya kelapa sawit
cukup luas sehingga terpilih untuk menjadi lokasi atau tempat penelitian ini.
Sebaran lahan gambut di Propinsi Riau disajikan pada peta Lampiran. Sebaran
lahan gambut di Propinsi Kalimantan Barat disajikan pada peta Lampiran. Hasil
karakterisasi di 9 (empat) desa/lokasi
terpilih di Kabupaten Indragiri Hilir
dan Siak menunjukkan ketebalan gambut antara > 1 m sampai dengan 5,0 meter, kemasaman
tanah sangat masam (pH 4,0-4,5), dan muka air tanah dangkal sampai sedang (15 –
> 100 cm) yang sebagian besar
dimanfaatkan untuk pengembangan kelapa sawit yang berumur 6-8 tahun (Tabel 3).
Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa
sifat kimia tanah sangat ditentukan oleh penggunaan atau pilihan komoditas yang
dibudidayakan disajikan pada Tabel Lampiran 2.
Tabel 2. Karakteristik agrofisik lahan gambut dan
pemanfaatannya, Kab. Pontianak dan Kubu Raya, Kalimantan Barat, 2012
No
|
Lokasi
Desa
|
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Pemanfaatan
|
Karakteritik
Biofisik Utama
|
||
Ketebalan
Gambut (cm)
|
pH
tanah
|
Muka
Air Tanah (cm)
|
|||||
1
|
Mulyorejo
|
Kuala Dua, Sei Raya
|
Pontianak
|
Lidah buaya
|
>
3,5
|
4,0
|
-67
|
2
|
Rejosari
|
Kuala Dua, Sei Raya
|
Semak
|
>
3,5
|
4,0
|
-73
|
|
3
|
Rejosari
|
Kuala Dua, Sei Raya
|
Sayur-syuran
|
3.1
|
4,7
|
-26
|
|
4
|
Mulyorejo
|
Kuala Dua, Sei Raya
|
Jagung
|
>
3,5
|
5,0
|
-70
|
|
5
|
Peniti Besar
|
Segedong
|
Nanas
|
1.1
|
4,7
|
-35
|
|
6
|
Rasau Jaya II, Banjarsari
|
Rasau Jaya
|
Kubu Raya
|
Sayuran-sayuran
|
>3,5
|
4,4
|
-70
|
7
|
Rasau Jaya II, Patok 29
|
Rasau Jaya
|
Padi
|
0,5
|
4,4
|
-35
|
|
8
|
Rasau Jaya II, Patok 27
|
Rasau Jaya
|
Jagung
|
0,6
|
4,4
|
-16
|
|
9
|
Rasau Jaya II, Patok 23
|
Rasau Jaya
|
Sayur-sayuran
|
2,6
|
4,4
|
-37
|
Tabel 3. Karakteritik agrofisik lahan gambut dan
pemanfaatannya, Kab. Indragiri Hilir dan Siak, Riau, 2012
No
|
Lokasi
Desa
|
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Pemanfaatan
|
Karakteritik
Biofisik Utama
|
||
Ketebalan
Gambut (cm)
|
pH
tanah
|
Muka
Air Tanah (cm)
|
|||||
1
|
PTPN V, Blok 0 Desa Bayas Jaya
|
Kempas
|
Indragiri Hilir
|
Kelapa sawit (2006)
|
0,60
|
4,0
|
-15
|
2
|
PTPN V, Blok 5 Desa
Bayas Jaya
|
Kempas
|
Indragiri Hilir
|
Kelapa sawit (2006)
|
P
|
4,4
|
-46
|
3
|
PTPN V, Blok 9, Desa Bayas Jaya
|
Kempas
|
Indragiri Hilir
|
Kelapa sawit (2006)
|
3,43
|
4,0
|
-44
|
4
|
PTPN V, Blok 10, Desa Bayas Jaya
|
Kempas
|
Indragiri Hilir
|
Kelapa sawit (2006)
|
2,00
|
4,0
|
-30
|
5
|
PTPN V, Blok 20, Desa Bayas Jaya
|
Kempas
|
Indragiri Hilir
|
Kelapa sawit (2006)
|
>
3,00
|
4,0
|
-40
|
6
|
Jati baru
|
Bunga Raya
|
Siak
|
Kelapa sawit (2006)
|
2,00
|
4,0
|
-47
|
7
|
Banjar Semenei/Sri Marcing
|
Bunga Raya
|
Siak
|
Kelapa sawit (2004)
|
1,60
|
4,0
|
-35
|
8
|
Banjar Semenei/Sri Marcing
|
Bunga Raya
|
Siak
|
Kelapa sawit (2004)
|
2,90
|
4,0
|
-42
|
9
|
Dayan
|
Bunga Raya
|
Siak
|
Kelapa sawit (2004)
|
5,00
|
4,0
|
-
> 100
|
4.2. Sosial
Ekonomi Petani dan Perubahannya
4.2.1.
Ketersediaan Sumberdaya Petani
Faktor sosial ekonomi petani dicirikan
antara lain oleh ketersediaan sumberdaya yang melekat pada karakteritik
individu petani, dan akan mempengaruhi kualitas usahatani (Tabel 4 dan 5).
Tabel 4.
Karakteristik Individu Petani di Lahan Gambut Kalimantan Barat, 2012.
No
|
Uraian
|
Kabupaten
|
||
Indragiri
Hilir ¹
|
Siak²
|
Kisaran
|
||
1
|
Pendidikan
(th)
|
7,1
|
6,75
|
2 – 12
|
2
|
Umur (th)
|
42
|
46,50
|
35 – 64
|
3
|
Jumlah
tenaga kerja produktif (orang)
|
3,6
|
3,0
|
2 – 6
|
4
|
Pengalaman
bertani (th)
|
19,5
|
15,63
|
10 – 33
|
5
|
Memiliki
pekerjaan sampingan (%)
|
75
|
60
|
-
|
6
|
Luas
pemilikan lahan (ha)
|
5,75
|
3,13
|
1,0 – 21,25
|
7
|
Luas lahan
garapan (ha)
|
5,51
|
2,88
|
1,0 – 21,25
|
8
|
Luas
pertanaman kelapa sawit (ha)
|
4,31
|
2,62
|
1 – 15
|
9
|
Komoditas
yang ditanam
|
Sayuran,padi,karet,kelapa sawit
|
Padi, Kelapa
sawit
|
-
|
Keterangan
¹.² rata-rata dari desa Bayas Jaya dan Kempas Jaya (Kab Indragiri Hilir )
desa Jati Baru dan Desa Seminei (Kab Siak)
Tabel 5.
Karakteristik Individu Petani di Lahan Gambut Kalimantan Barat, 2012.
No
|
Uraian
|
Kabupaten
|
||
Pontianak¹
|
Kubu Raya²
|
Kisaran
|
||
1
|
Pendidikan
|
5
|
6,9
|
0 – 15
|
2
|
Umur
|
44
|
48,65
|
35 – 59
|
3
|
Jumlah
tenaga kerja produktif
|
3,25
|
3,95
|
2 – 6
|
4
|
Pengalaman
bertani
|
20,75
|
28,3
|
15 – 38
|
5
|
Memiliki
pekerjaan sampingan
|
75
|
75
|
-
|
6
|
Luas
pemilikan lahan
|
3,69
|
3,13
|
1,0 –9,25
|
7
|
Lusa
garapan
|
2,69
|
2,93
|
1,0 – 925
|
8
|
Luas
pertanaman Hortikultura
|
1,51
|
0,75
|
0,1 – 3,0
|
9
|
Komoditas
yang ditanam
|
Hortikultura jagung
|
Hortikultura Padi , Palawija
|
-
|
Keterangan :
¹.² rata-rata dari desa Galang dan Peniti Besar (Kab Pontianak) dan
desa Rasau Jaya dan Kuala Dua (Kab Kubu Raya )
Pendidikan, baik formal maupun non
formal adalah sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Rata-rata
pendidikan petani contoh kecuali di Kabupaten Pontianak relative tinggi yakni
diatas SD 6 tahun. Namun demikian apabila tingkat pendidikan ini dapat
ditingkatkan dengan pendidikan non formal tentunya akan lebih baik karena
semakin tinggi tingkat pendidikan petani ,semakin tinggi pula kemampuannya
menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikembangkan kepadanya. Mereka
cendrung berpartisipasi dalam pembangunan dibandingkan petani yang berpendidikan rendah .
Rata-rata
umur kepala keluarga petani contoh masih muda dan dalam usia produktif. Menurut
Rogers (1983), makin muda usia petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu yang
makin besar terhadap hal-hal yang baru, sehingga ada kesan mereka lebih cepat
dan responsive dalam pembaharuan. Persepsi mereka terhadap inovasi lebih tepat,
lengkap dan obyektif dibandingkan dengan petani yang lebih tua.
Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh pandangannya pada suatu keadaan atau fakta.
Ketersediaan tenaga kerja atau tenaga kerja produktif merupakan fakta yang
dapat mempengaruhi petani terhadap inovasi yang disampaikan padanya. Pada
konsep Leknas bahwa jam kerja perminggu pria sebesar 35 jam kerja perminggu dan
wanita/anak sebesar 20 jam perminggu, maka dengan konsep ini ketersediaan
tenaga kerja rumah tangga di Kalimantan Barat berkisar 557 – 646 HOK pertahun dan di Riau 594 – 698
HOK. Dengan fakta ini akan berdampak terhadap kemudahan petani dalam memilih
komoditas yang mereka usahakan. Persepsi petani contoh akan positip terhadap
usahatani komoditas hortikultura dan tanaman pangan di Kalimantan Barat dan komoditas kelapa sawit di Riau, karena kebutuhan
tenaga kerja dari komoditas hortikultura
dan tanaman pangan (70 – 550 HOK) dan komoditas kelapa sawit (60 – 182 HOK)
perhektar dapat dipenuhi oleh tenaga
kerja dalam keluarga.
Dari
Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa dengan kelebihan tenaga kerja yang
mereka miliki tersebut, 60 – 75 % petani
contoh memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan mereka. Namun
kenyataan ini harus menjadi perhatian, sebab dengan bekerja keluar
cendrung akan menelantarkan
usahataninya. Keadaan ini akan berdampak tidak jalannya rencana kelompok tani seperti
penanaman dan pemberantasan hama secara serentak, pembersihan saluran
dll,bahkan lahan usahatani yang ditinggalkan bisa menjadi terakumulasinya hama
dan menyebabkan kebakaran.
Pengalaman
berusahatani menentukan mudah tidaknya petani untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan biofisik, sosial ekonomi dan teknologi.Pengalaman berusahatani petani contoh cukup tinggi, oleh karena itu
mereka sudah dengan baik beradaptasi dengan lingkungannya
Rata-rata
petani contoh mempunyai lahan yang cukup
luas, dan jumlah tenaga kerja produktif akan mempengaruhi daya garap petani
terhadap lahan tersebut. Dengan tenaga kerja produktif yang tersedia petani
contoh tidak mampu menggarap seluruh lahan yang dimilikinya. Hal ini bisa
berdampak terakumulasinya hama dan terjadinya
kebakaran lahan. Demikian juga dengan sebaran atau kisaran luas lahan yang
cukup besar (di Kalimantan Barat 1,0 –
9,25 ha dan di Riau 1,0 – 21,25 ha perkepala keluarga) selain dapat menyebabkan
terakumulasinya hama dan terjadinya kebakaran lahan,bisa pula menimbulkan gap
antara petani yang berlahan sempit dengan petani yang berlahan luas. Sebagai
contoh apabila dalam pengelolaan lahan ada iuran yang sama antara petani
berlahan sempit dengan yang berlahan luas, maka akan mengakibatkan kecemburuan
sehingga berdampak tidak kompaknya antar anggota dalam kelompok tani.
4.2.2.
Sistem Usahatani
Luas wilayah Kalimantan Barat sekitar
146.807 km2, dari luasan tersebut ,lahan yang digunakan untuk pertanian sekitar
35.406,20 km2 atau sekitar 24,12%, berupa hutan 103.474 km2 (70,48%) dan
sisanya digunakan untuk pemukiman dan lain-lain. Berdasarkan tipologinya,dari luas areal baku
pertanian sebesar 35.171 ha, secara umum didominasi oleh lahan potensial seluas
19.356 ha kemudian diikuti oleh lahan gambut seluas 9.595 ha, sedangkan lahan
sulfat masam hanya meliputi areal seluas 2.110 ha dan bergambut seluas 3.710
ha. Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya adalah dua kabupaten yang
didominasi oleh lahan gambut dan bergambut, oleh karena itu dalam penelitian
ini, kedua Kabupaten ini ditetapkan sebagai Kabupaten contoh. Dua desa yakni
desa Galang dan Peniti Besar di kabupaten Pontianak dan dua desa yakni desa Rasau Jaya II dan Kuala
Dua di kabupaten Kubu Raya ditetapkan sebagai desa contoh.
Desa
Galang merupakan salah satu desa dari 9 desa yang terletak di kecamatan Sungai
Pinyuh kabupaten Pontianak. Luas wilayah desa ini mencapai 7,75 km2 dan
merupakan salah satu desa contoh dalam penelitian ini. Pembukaan lahan
dilakukan oleh penduduk setempat untuk mendapatkan lahan pertanian dilahan
gambut. Pada awalnya mereka melakukan penebangan pohon pohon besar dihutan
secara berkelompok yang selanjutnya bakar. Kegiatan selanjutnya adalah membuat
parit keliling agar air masam yang ada dihutan tidak masuk kepertanaman. Komoditas
unggulan di desa ini adalah nenas dengan jumlah areal tanam terluas (368 ha)
dibanding padi (35 ha), karet (131 ha) dan jagung (10 ha). Semua anggota
kelompok tani yang ada ( 10 kelompok) melaksanakan usahatani nenas. Nenas
Galang sangat terkenal di Kalimantan Barat karena mempunyai kadar gula yang
tinggi dibanding nenas di desa lainnya. Penanaman nenas dimulai dengan membuka
lahan gambut dan pembuatan parit keliling, kemudian dilakukan penanaman. Anakan
perrumpun dipertahankan sebanyak 3 batang dan yang selebihnya diambil petani
untuk dijual sebagai bibit atau anakan itu dicincang untuk dijadikan pupuk.
Petani umumnya tidak melakukan pemupukan. Produktivitas nenas Galang sebesar 3
– 4 biji perpohon. Peningkatan produktivitas masih bisa ditingkatkan apabila tersedia zat perangsang tumbuh. Zat perangsang tumbuh
ini sangat diperlukan petani untuk meningkatkan produktivitas pada saat buah
nenas banyak diperlukan orang seperti pada hari hari raya.
Salah
satu desa dari 6 desa yang terletak di kecamatan Segedong Kabupaten Pontianak
adalah desa Peniti Besar. Desa ini mempunyai luas wilayah sebesar 14,00 km2 dan
merupakan desa yang terpilih sebagai desa contoh pada penelitian ini. Di kecamatan
Segedong didominasi oleh lahan tadah hujan dan lahan gambut yang dari tahun
ketahun terjadi penurunan pemanfaatan lahan tersebut diatas. Selain padi yang
ditanam dilahan tadah hujan, juga ditanam jagung , ubi kayu,ubi jalar ,
sayuran dan nenas dilahan gambut.
Produktivitas jagung perhektar sebesar 2,3 ton perhektar, ubi kayu 14,40 ton
perhektar dan ubi jalar 8 ton perhektar, sedangkan nenas 0,06 kuintal perpohon. Desa Peniti Besar
mempunyai luas tanaman kelapa dalam yang terluas (1005 ha) dibanding lima desa
lainnya di kecamatan Segedong.
Desa
Rasau Jaya II adalah salah satu dari 6 desa yang terletak di kecamatan Rasau
Jaya kabupaten Kubu Raya. Penduduk desa ini merupakan warga transmigran yang
berasal dari Jawa Tengah yang
penempatannya pada tahun 1975. Pada awalnya jumlah penduduk yang datang
hanya 53 KK dan sekarang penduduk desa berjumlah 4235 orang yang terdiri dari
2176 laki-laki dan 2059 perempuan. Kepadatan penduduk desa ini 117 orang perkm2
dan merupakan penduduk terjarang dibanding 5 desa lainnya. Pada awal kedatangan
para transmigran, areal masih berupa hutan dan tebal gambut 4,25 m. Prasarana
jalan tidak ada, yang ada hanya gambar jalan dan gambar saluran, sehingga kalau
mau berjalan terpaksa harus merangkak Keadaan rumah yang disediakan sangat
sederhana yakni dinding rumah setengah papan dan setengah kajang. Setelah jatah hidup yang 1,5 tahun habis,
maka dengan keadaan sarana dan prasarana
yang sangat terbatas membuat warga transmigran ingin kembali pulang dan dari 17
orang yang berasal dari Yogyakarta hanya 7 orang yang bertahan.
Pada
awal berusahatani, warga umumnya menanam singkong yang bisa tumbuh subur.
Pengolahan tanah dilakukan dengan tebas, bakar lahan gambut dan tanam .Tahun
1981 pemerintah setempat baru membuat parit
sekunder, dan penduduk mulai mengusahakan tanaman jagung dengan
menggunakan pupuk dari bakaran gambut. Hasil
jagung pada waktu itu hanya 20 kg per 0,25 ha. Produktivitas jagung
sekarang mencapai 200 kg per 0,25 ha. Petani juga mulai menanam padi, tetapi
sampai sekarang tidak pernah berhasil. Padi bisa tumbuh tetapi tidak pernah ada
hasilnya. Agar warga bisa menanam padi,pada tahun 1995/1996 mereka membeli
lahan dipatok 28 atau lahan diluar desa dan bisa menghasilkan padi 300kg
persetengah hektar. Petani berusahatani menggunakan varietas local seperti Gadis, Pantat Ulat dan varietas unggul seperti ciherang. Untuk padi
biasanya menggunakan pupuk, tetapi pupuk yang tersedia kadang palsu dan
datangnya tidak tepat waktu.
Tahun
2008 – 2009, pemerintah memasukkan program menanam nenas dan pada tahun 2011
dilakukan lagi pengerukan parit dengan membuat pintu air dan parit cacing.
Kebakaran
lahan hampir terjadi setiap musim kemarau, penyebabnya bisa saja karena
pengolahan tanah yang biasanya membakar lahan. Untuk mengatasi hal ini biasanya
petani melakukan pembakaran secara terkendali dengan membakar melawan arah
angin dan ada peraturan desa yang mengharuskan petani membayar denda apabila
sewaktu pengolahan tanah dengan membakar lahan mengakibatkan lahan orang lain
ikut terbakar. Ditingkat kecamatan telah dibentuk satuan organisasi untuk upaya
menanggulangi kebakaran lahan.
Desa Kuala Dua juga merupakan desa contoh yang
terletak di kecamatan Sungai Raya
kabupaten Kuburaya.Menurut petani pada tahun 1997 pernah terjadi musim kering
panjang, tetapi masih terdapat air di lahan (kolam 1 – 3 m). Kegiatan pembuatan
saluran air dengan alat berat (excavator) menyebabkan saat ini permukaan air
turun dan sulit mendapat air saat kemarau. Petani di Kuala Dua baru mulai
menanam sayuran dan buah papaya pada tahun 1994, setelah sebelumnya mencoba
menanam berbagai tanaman seperti jagung dan singkong. Setelah mengetahui teknis
penanganan lahan gambut untuk pertanian seperti pengendalian bahan organic
dengan pemberian abu sisa pembakaran pabrik penggergajian kayu dan penggunaan
pupuk kandang, petani mulai dapat mengatur pola pertanian dan pemilihan
komoditas yang diinginkan.
Sistem pengolahan lahan gambut di
Kuala Dua adalah sebagai berikut, pada masa awal pembukaan lahan gambut
dilakukan dengan cara pembakaran sisa semak dan tunggul kayu secara terkendali.
Cara pembakaran ini hanya dilkukan pada saat pembersihan lahan saja atau pada
saat merintis pembukaan lahan. Untuk tunggul kayu yang besar di dalam tanah
dibiarkan membusuk di dalam tanah dengan harapan dapat terurai menyatu dengan
tanah gambut. Untuk selanjutnya pengolahan lahan dilakukan untuk menghilangkan
rumput yang mengganggu saja. Prosesnya dengan mencincang rumput dengan
parang/arit kemudian dibuat kompos disekitar tanaman sayuran atau hortikultura.
Sistem pengairan dilakukan dengan cara
penyiraman menggunakan selang diameter 0,75 – 1 Inchi. Air diambil dari
kolam-kolam penampungan. Air di lahan gambut baru bisa disemprotkan bila sudah
diendapkan terlebih dahulu sehingga partikel yang terdapat didalam air gambut
mengendap. Jika tidak diendapkan dahulu, maka dapat menyebabkan penyumbatan di
pompa air dan selang air.
Untuk mengendalikan air pada saat
hujan, petani mengunakan system parit atau saluran cacing untuk mengatur
ketersediaan air di lahan gambut. Petani menyesuaikan jumlah parit berdasarkan
jenis tanaman yang ditanam di lahan usaha mereka. Untuk jenis tanaman yang
membutuhkan air banyak seperti sayuran maka jumlah parit dibuat lebih sedikit
untuk menghindari kehilangan air di lahan. Pembuatan saluran air di lahan
gambut juga perlu mempertimbangkan daya ikat lahan gambut yang rendah, sehingga
sangat mudah runtuh, atau tererosi. Untuk
memperbaiki sifat tanah, petani di Kuala Dua memberikan abu hasil pembakaran
dari penggergajian kayu atau kapur. Hasil yang diperoleh dari pemberian kapur
lebih bagus daripada hasil produksi dari pemberian abu. Selain abu dan kapur,
petani juga biasa memberikan kotoran ayam untuk memperbaiki kesuburan tanah
gambut. Berdasarkan pengalaman untuk jenis kacang-kacangan semakin matang bahan
gambut di lahan, maka pengisian biji semakin bagus, kalau menggunakan lahan
gambut yang baru dibuka maka biji yang dihasilkan kempes tak berisi. Prinsip
umum yang dipegang petani di lahan gambut adalah bahwa gambut akan bertahan dan
dapat ditanami jika menggunakan pupuk organik.
Tabel 6. Cara Pemupukan oleh Petani di Desa Kuala
Dua, 2012
Masa
Tanam
|
Abu
(Satuan Karung @20Kg)
|
Pupuk TA
(Satuan Karung @20Kg)
|
Luas Bedeng
|
|||||
Musim Tanam 1
|
2
|
2
|
20 m x 80 cm
|
|||||
Musim
Tanam 2
|
0,5 – 1
|
0,5 – 1
|
|
|||||
Musim
Tanam 3
|
0,5 – 1
|
0,5 – 1
|
|
|||||
Menurut petani kunci keberhasilan
bertani di lahan gambut baru adalah penggunaan abu dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2 :2, akan menjamin tanaman yang diusahakan bisa tumbuh. Untuk
lahan atau bedengan bekas ditanami sayuran, masih bisa ditanami kembali dengan
cukup menambahkan unsur hara yang kurang, misalnya N untuk tanaman sayuran dan
pupuk NPK untuk jenis tanaman buah. Resiko utama bertani di lahan gambut pada
musim hujan tanaman mudah busuk akibat serangan hama dan penyakit. Untuk musim
kemarau dikhawatirkan terjadi kemarau panjang yang menyebabkan lahan gambut
terlalu kering. Komoditas yang diusahakan diantaranya adalah sawi, cabai,
buncis, timun,. Untuk tanaman hortikultura ditanam jenis buah srikaya, jambu,
nanas, papaya, ubi jalar, singkong, jagung dan lengkeng. Prinsip yang digunakan
petani bahwa tanaman berakar serabut dapat tumbuh di lahan gambut. Penetuan
jenis tanaman di lahan gambut oleh para petani sangat ditentukan oleh :
1.
Kesesuaian jenis tanaman
yang dapat tumbuh di lahan gambut
2. Ketersediaan
pupuk TA, abu, pupuk buatan, pupuk organic dan kapur
3. Perkiraan
ketersediaan air (cuaca)
4. Ketersediaan
pasokan produksi komoditas competitor, saat musim buah (langsat), produk papaya
tidak laku (dibuang)
5. Pola
usaha tani (jagung tanpa tenaga kerja bisa untung dibanding dengan mengambil
upah TK)
6. Pola
tanam polikultur bukan monokultur, semakin banyak jenis tanaman lebih bagus
(resiko harga jatuh minimal)
Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Kubu
Raya (2011), permasalahan yang ada dibidang pertanian adalah:
1. Penguasaan
lahan : adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian, lahan perkebunan sawit
dan perumahan
2. Infrastruktur
pedesaan : sangat minim dan terbatas, da perlu perbaikan karena banyak yang
rusak
3. Modal
: akses terbatas dan tidak ada jaminan
4. Ketrampilan
masih tradisional, produktivitas kinerja rendah, pengendalian OPT masih sangat
rendah
5. Teknologi
: masih konvensional dan penerapan intensifikasi masih rendah
6. Mentalitas
: belum mengarah ke agribisnis dan kurangnya minat pemuda ke bidang pertanian
7. Organisasi
tani : banyak kelompok tani masih kelas pemula dan OPJA belum berjalan baik
8. Kebijakan
: rentang koordinasi masih besar, HPP bersifat umum
9. Informasi
: lambat dan kurang terjangkau dan jumlah mantra tani dan PPL masih kurang
10. Pengolahan
dan pemasaran hasil : terbatasnya alat pengering biji-bijian, akses pasar
kurang dan bersifat individu
Sedangkan
masalah dalam pengembangan hortikultura :
1.
Produksi hasil tidak sesuai
permintaan pasar seperti kesinambungan pasokan, kualitas dan ketepatan waktu,
produksi yang diusahakan masih sempit tersebar, komoditas yang diusahakan
banyak, beragam tapi sedikit dan penerapan teknologi masih sangat rendah
2. Dengan
sifat musiman dan kesulitan jaminan pasar hasil produksi menyebabkan harga
produk hortikultura fluktuatif dengan tingkat harga yang diterima petani sangat
rendah pada saat panen
3. Penerapan
teknologi yang rendah disebabkan karena terbatasnya petani untuk dapat akses
terhdap sumber modal, informasi teknologi dan tingkat harga
4. Lemahnya
kelembagaan pendukung petani seperti penyediaan sarana produksi, modal,
teknologi dan pasar
Lahan
gambut di Propinsi Riau tersebar diseluruh Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi
ini. Dari 11 Kabupaten/Kota yang terdapat di Propinsi ini, Kabupaten Indragiri
Hilir dan Kabupaten Siak merupakan
Kabupaten yang cukup luas dalam memanfaatkan lahan gambut untuk
pertanian. Oleh karena itu dalam
penelitian ini dua Kabupaten ini dipilih sebagai Kabupaten contoh. Petani
dilahan gambut Riau lebih banyak hidup sebagai pekebun dengan pola tanam pada
awalnya adalah padi diusahakan pada lahan gambut tipis dan kelapa,
pinang,karet. Nenas diusahakan pada lahan gambut sedang sampai dalam. Tanaman
kelapa sawit akhir akhir ini menjadi pilihan baru dan berkembang sangat cepat
baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar petani sawit di di desa contoh dibedakan atas petani
pekebun rakyat dan petani plasma. Petani
pekebun rakyat ini ada di dua desa contoh yang terletak di Kecamatan Kempas,
Kabupaten Indragiri Hilir.Desa ini merupakan daerah transmigrasi umum,
penempatan pemukiman tahun 1980. Etnis
yang mendominasi berasal dari ; Banjar Negara, Jawa Barat, Kebumen, Magelang
dan Pacitan. Pertanaman
sawit dimulai pada tahun 2004. Pada awalnya lokasi pertanaman sawit diusahakan
pada lahan I untuk masing-masing KK seluas 1 ha. Sistem Pertanaman sawit
dilakukan dengan cara tumpang sari diatara tanaman kelapa dalam atau karet.
Setelah tanaman sawit menghasilkan ( umur 4 tahun) secara bertahap dilakukan
penebangan pada tanaman utama ( kelapa dan karet). Produksi sawit cendrung
meningkat sampai umur sawit 7 tahun
dengan kisaran 300 kg/ bulan – 500 kg/ bulan pada umur 4 – 5 tahun,
selanjutnya meningkat 1 ton/ha – 1,5
ton/ha perbulan sampai umur 7 tahun,
namun setelah lebih dari 7 tahun produksi sawit mulai berkurang secara drastis
hingga tidak menghasilkan. Diduga hal ini disebabkan beberapa hal antara lain ;
teknis budidaya yang tidak sesuai anjuran seperti penataan saluran irigasi ,
penggunaan varietas yang telah terdegradasi sehingga tidak menampilkan sifat
unggul, pemupukan yang tidak sesuai secara kultur teknis, pengendalian hama dan
penyakit yang masih rendah serta penangana pra panen dan pasca panen yang belum
sesuai anjuran. Selain itu ditinjau dari aspek sosial budaya, petani belum
mempunyai pengalaman dalam melakukan usahatani sawit sebelumnya . Selain
rendahnya jumlah produksi per satuan luas juga mutu hasil dinilai rendah oleh
fabric pengolahan sawit sehingga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima
petani. Ketesediaan fasilitas pendukung usahatani pada tingkat petani relative
belum dapat melayani kegiatan usahatani sawit petani, seperti ; jalan usahatani
yang kurang baik, permodalan yang masih lemah, akses informasi teknologi masih
rendah, pembinaan baik dari pemerintah maupun lembaga swasta seperti pengusaha
sawit relative belum intensif serta kelembagaan pemasaran yang terkonsentrasi
pada pedagang pengumpul local dan fabric pengolahan sawit dengan system
monopolistic.
Dari
luas lahan usaha I sekitar 170 ha, sebanyak 85 % telah ditanami sawit dengan
kondisi pertanaman sekarang kurang produktif. Berkaitan dengan hal tersebut,
ada kecenrungan petani untuk menggeser komoditas sawit kembali kepada kelapa
dan karet, namun untuk memulai usaha tersebut memerlukan modal dan investasi
yang cukup besar.
Sumber-
sumber pendapatan petani selain sawit adalah ; usahatani tanaman pangan seperti
padi dan palawija, sayuran serta peternakan ( sapi dan unggas) dalam skala
kecil sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keuangan keluarga. Pada Petani plasma melalui
kemitraan dengan perusahaan, mulai dilakukan pada tahun 2005 dengan luas areal
ini 40 % dan plasma 60 %. Sistim kemitraan yang dilakukan antara petani dengan
perusahaan berupa pembagian lahan milik petani, dimana selua 40 % dikuasai oleh
perusahaan yang merupakan perkebunan inti dan 60 % lahan plasma yang
merupakan ilik petani. Semua lahan
ditanam oleh perusahaan dengan teknologi anjuran seperti ; penataan lahan,
penggunaan varietas unggul , pemupukan dan perawatan yang dilakukan oleh perusahaan
sampai tanaman menghasilkan ( umur 4 tahun). Setelah itu, lahan yang merupakan
bagian petani diserahkan secara bertahap sesuai dengan kelayakan yang dinilai
oleh perusahaan secara teknis telah dapat dikelola oleh petani untuk
selanjutnya diusahakan oleh petani termasuk perawatan. Sebelum investasi
perusahaan yang ditanamkan pada kebun plasma lunas ( sesuai kesepakatan nilai
nominal yang telah ditentukan atau umur tanaman 12 tahun) maka hasil yang
diperoleh dipotong oleh perusahaan melalui koperasi tani dan apabila hutang
yang dinvestasikan perusahaan selesai, maka sertifikat tanah akan dikeluarkan
menjadi milik petani plasma. Keragaan pada saat ini, umur tanaman sawit
berkisar 5 – 8 tahun, tetapi belum ada penyerahan perawatan kebun plasma kepada
petani, kendati sebagian lahan plasma sudah ada yang menghasilkan. Tidak ada
transfer teknologi dari perusahaan kepada petani plasma serta tidak ada
kejelasan secara detail tentang hasil yang diperoleh calon plasma yang saat ini
masih dikelola oleh perusahaan secara transparan. Untuk itu, petani berharap
agar pemerintah daerah dapat melakukan mediasi untuk menjembatani
kesepakatan sesuai dengan MOU yang telah
dilakukan sebelumnya.
Sejarah
pertanaman sawit yang diusahakan pada perkebunan rakyat, dilakukan sejak tahun
2004. Arus pertanaman sawit rakyat dimulai dengan melihat keberhasilan usaha
tani sawit yang dilakukan petani dengan pola PIR. Pengalaman petani pada
usahatani sawit bervariasi yaitu dari yang belum pernah memiliki pengalaman
sampai dengan petani yang telah berpengalaman dalam budidaya sawit. Pada
umumnya, petani yang berasal dari etnis melayu dan jawa relative tidak
berpengalaman , sedangkan petani yang berasal dari sumatera utara telah
memiliki pengalaman yang cukup dalam budidaya sawit. Teknologi yang diterapkan petani pada umumnya
masih sederhana yaitu ; penataan lahan yang belum sesuai dengan ketentuan
teknis, penggunaan varietas asalan yaitu sekitar 70 % dari petani dan pemupukan
yang belum sesuai anjuran. Dilihat dari
keragaan kelembagaan penunjang ditingkat petani, pada umumnya telah memiliki
lembaga yang dapat melayani kegiatan usahatani, seperti kios saprodi, pedagang
pengumpul , lembaga keuangan formal dan non formal. Nilai produksi secara
kuantitas dan kualitas relative lebih baik disbanding kabupaten Ind.Hilir yaitu
sekitar 1 – 2 ton/ha per bulan dengan
harga yang cukup kompetitif.
Pada
usahatani dengan pola kemitraan dilakukan dalam bentuk PIR dengan bapak angkat
berasal dari PTPN V. Pada pola ini, sistim kerjasama dilakukan dalam bentuk
penjualan hasil yang dipotong perusahaan sesuai dengan nilai investasi yang
telah ditanamkan. Petani plasma berasal dari transmigrasi umum sebanyak 70 %
dan local 30 %. Pertanaman dimulai sejak tahun 1989. Keragaan pertanaman saat
ini, meruapakan tanaman tua yang perlu dilakukan replanting karena
produktifitas yang mulai menurun. Pada awalnya, petani bekerja di perkebunan
sawit yang semuanya diusahakan oleh PTPN V sampai dengan tanaman mulai
menghasilakan ( umur 4 tahun) untuk selanjutnya diserahkan pengelolaannya
kepada petani, samapai nilai hutang yang telah disepakati lunas. Setelah itu
diberikan sertifikat hak milik kepada petani dengan kisaran umur pertanaman 9 –
11 tahun. Pada sisitim ini, ada transfer teknologi yang dilakukan perusahaan
kepada petani plasma. Telah memiliki koperasi dengan status mandiri yang sampai
saat ini telah memilik cabang usaha yang cukup banyak antara lain; simpan
pinjaman, penjualan hasil sawit, transportasi , saprodi dan barang kebutuhan
harian dengan nilai kekayaan koperasi > 6 miliyar. Permasalahannya saat ini,
selain menurunnya produktifitas hasil, petani tidak memiliki cukup modal untuk
melakukan replanting, dimana dana yang diperlukan per hektar sekitar Rp 50 juta
rupiah.
4.2.3. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Sumber
pendapatan petani contoh berasal dari tanaman pangan,tanaman tahunan,tanaman
hortikultura, ternak dan dari non pertanian
(Tabel 7 dan 8). Di Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat sumber
pendapatan utama berasal dari tanaman hortikultura (60%) kemudian diikuti oleh
non pertanian (32%). Sebaliknya di kabupaten Kubu Raya,sumber pendapatan utama
berasal dari non pertanian (34%) dan tanaman hortikultura (25%). Sedangkan di
Riau, sumber pendapatan utama berasal dari komoditas kelapa sawit yakni 60%
untuk kabupaten Indragiri Hilir dan 51% di kabupaten Siak. Total pendapatan rumah tangga pertahun per
kepala keluarga di Riau lebih besar dibandingkan total pendapatan rumah tangga
di Kalimantan Barat. Hal ini disebabkan karena luas garapan di Riau lebih besar
( 2,88 – 5,51 ha) dibanding luas garapan di Kalimantan Barat (2,69 -2,93 ha).
Tabel 7.
Sumber pendapatan dan pengeluaran pertahun rumah tangga petani di lahan gambut, Kalimantan Barat, 2012
Uraian
|
Kabupaten
|
|
Pontianak
|
Kubu Raya
|
|
I.
Sumber Pendapatan
|
|
|
A.
Pertanian
|
|
|
1.
Tanaman Pangan
|
550.000
|
7.733.645
|
2.
Tanaman Tahunan
|
-
|
-
|
3.
Tanaman Hortikultura
|
15.107.500
|
8.055.876
|
4.
Ternak
|
1.322.000
|
5.477.997
|
5.
Buruh Tani
|
-
|
-
|
B.
Non Pertanian
|
8.121.146
|
10.955.994
|
Total
|
25.100.646
|
32.223.512
|
II. Pengeluaran
|
22.865.000
|
26.201.500
|
III. Selisih I –
II
|
2.235.646
|
6.022.012
|
Tabel 8. Sumber
pendapatan dan pengeluaran pertahun rumah tangga petani di lahan gambut, Riau,
2012.
Uraian
|
Kabupaten
|
|
Indragiri Hilir
|
Siak
|
|
I.
Sumber Pendapatan
|
|
|
A.
Pertanian
|
|
|
1.
Tanaman Pangan
|
2.189.721
|
150.000
|
2.
Tanaman Tahunan
|
23.381.111
|
18.873.750
|
3.
Tanaman Hortikultura
|
-
|
-
|
4.
Ternak
|
757.500
|
960.500
|
5.
Buruh Tani
|
-
|
-
|
B.
Non Pertanian
|
8.964.999
|
16.993.750
|
Total
|
35.293.331
|
36.977.500
|
II. Pengeluaran
|
29.046.000
|
29.281.000
|
III. Selisih I –
II
|
6.247.331
|
7.696.500
|
Pendapatan
rumah tangga di Riau yang tinggi diikuti pula oleh pengeluaran rumah tangga
yang lebih tinggi dibanding di Kalimantan Barat. Sesuai dengan pendapat Berg
(1986) bahwa rumah tangga dengan pendapatan tinggi dapat membeli pangan yang
beragam dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga
yang berpenghasilan rendah. Dengan keadaan ini menyebabkan selisih pendapatan
dan pengeluaran dikedua provinsi ini relative sama kecuali kabupaten Pontianak.
Selisih
antara pendapatan dan pengeluaran merupakan modal yang disediakan untuk usahatani
pada musim berikutnya. Apabila pertanian berubah dari corak subsisten
kekomersil seperti mengusahakan tanaman hortikultura dan kelapa sawit, maka
ketersediaan modal menjadi penting.
Sebab setelah lahan, modal nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian dalam
arti sumbangannya pada nilai produksi. Seperti diketahui modal adalah barang
atau uang yang bersama-sama faktor produksi lainnya seperti tanah dan tenaga kerja dapat menghasilkan
barang baru. Oleh karena itu modal dapat menghasilkan barang baru atau alat
untuk menumpuk pendapatan sehingga setiap orang selalu ada minat untuk menciptakan modal. Bila petani selalu
mengkonsumsikan hasil panennya tanpa memikirkan penciptaan modal maka
pertaniannya akan mundur, karena itu penciptaan modal oleh petani selalu
berarti menyisihkan kekayaannya atau sebagian produksinya untuk tujuan yang
produktif dan uang tunai harus tersedia bila diperlukan untuk keperluan hidup
keluarga dan untuk membeli sarana produksi untuk melaksanakan usahataninya.
Apabila pembayaran tidak bias dipenuhi dari pendapatan tahun sebelumnya, maka
diperlukan kredit.
Kisaran
modal petani contoh di Kalimantan Barat dan Riau Rp 2.235.646 – Rp 7.696.500, oleh karena itu pilihan komoditas yang
diusahakan tergantung dengan biaya produksi komoditas yang ada. Di Kalimantan
Barat komoditas nenas merupakan pilihan
utama yang diusahakan petani karena biaya produksi yang relatip lebih rendah
dan pemeliharaan nya lebih mudah dibanding komoditas lain.
Sedangkan di Riau komoditas kelapa
sawit menjadi komoditas utama yang diusahakan petani.
4.2.4. Analisis Usahatani
Analisis
usahatani komoditas hortikultura di Kalimantan Barat dan kelapa sawit di Riau
dapat dilihat pada tabel 9, 10 dan 11.
Tabel
9. Analisis biaya dan pendapatan usaha tani
di lahan gambut, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. 2012.
No
|
Komoditas
|
Produksi
(Kg/Ha)
|
Penerimaan (Rp)
|
Biaya Produksi (Rp)
|
Keuntungan (Rp)
|
R/C
|
|
1
|
Jagung¹
|
2.146
|
7.731.200
|
4.561.408
|
3.169.792
|
1,69
|
|
2
|
Ubi Rambat¹
|
11.000
|
27.500.000
|
15.225.000
|
12.275.000
|
1,81
|
|
3
|
Ubi Kayu¹
|
12.894
|
16.117.500
|
8.864.625
|
7.252.875
|
1,81
|
|
4
|
Nenas¹
|
7.555
|
12.012.500
|
4.805.000
|
7.207.500
|
2,50
|
|
5
|
Timun²
|
157
|
549.500
|
302.225
|
447.607
|
1,81
|
|
6
|
Kacang
Panjang²
|
180
|
720.000
|
410.400
|
309.000
|
1,75
|
|
7
|
Sawi²
|
553
|
1.382.500
|
760.375
|
622.125
|
1,82
|
Keterangan
: 1 Dalam luasan 1 ha ; 2. Dalam luasan 0,1 ha
Tabel 10. Analisis biaya dan pendapatan usahatani d
ilahan gambut, Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, 2012
No
|
Komoditas
|
Produksi
(Kg)
|
Penerimaan
(Rp)
|
Biaya
Produksi (Rp)
|
Keuntungan
(Rp)
|
R/C
|
1
|
Padi Unggul¹
|
2.050
|
7.175.000
|
4.478.000
|
2.697.000
|
1,60
|
2
|
Jagung¹
|
2.897
|
9.270.400
|
5.740.000
|
3.530.400
|
1,62
|
3
|
Ubi rambat¹
|
7.773
|
19.432.500
|
11.512.284
|
7.920.216
|
1,69
|
4
|
Kac tanah¹
|
1.235
|
9.880.000
|
6.642.500
|
3.237.500
|
1,48
|
5
|
Ubi kayu¹
|
14.385
|
17.981.250
|
9.889.680
|
8.091.570
|
1,,82
|
6
|
Lida buaya¹
|
13.500
|
20.250.000
|
12.150.000
|
8.100.000
|
1,67
|
7
|
Nenas¹
|
5.550
|
8.824.500
|
3.618.045
|
5.206.455
|
2,44
|
8
|
Timun²
|
559
|
1.956.500
|
1.076.075
|
880.425
|
1,82
|
9
|
Terong²
|
286
|
1.716.000
|
1.184.040
|
531.960
|
1,45
|
10
|
Sawi²
|
351
|
877.500
|
408.038
|
469.462
|
2,15
|
11
|
Bayam²
|
296
|
888.000
|
461.760
|
426.240
|
1,92
|
12
|
Cabe²
|
113
|
678.000
|
421.377
|
256.623
|
1,61
|
Keterangan
: 1Dalam luasan 1 ha; 2Dalam luasan 0,1 ha
Tabel 11. Analisis Investasi usahatani kelapa sawit
dilahan gambut Riau. 2012
Kriteria Investasi
|
Kabupaten Inhil¹
|
Kabupaten Siak²
|
||
DF 10 %
|
DF 12%
|
DF 10%
|
DF 12%
|
|
B/C
|
1,00
|
0,96
|
1,29
|
1,26
|
NPV
|
351571
|
- 1311577
|
14359064
|
12125303
|
IRR
|
10,40
|
10,40
|
19,96
|
20
|
Keterangan
: 1,2 Rata-rata dari 2 desa
Komoditas
tanaman pangan dan hortikultura yang diusahakan petani contoh di kabupaten Kubu
Raya lebih beragam dibanding kabupaten
Pontianak. Nilai hasil atau penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi
dan harga hasil. Penerimaan tertinggi di kabupaten Pontianak adalah komoditas
ubi rambat, sedangkan di Kubu Raya komoditas lidah buaya,hal ini disebabkan
produktivitas kedua komoditas tersebut cukup tinggi. Sedangkan untuk penerimaan
komoditas kelapa sawit, dikabupaten Siak memperlihatkan penerimaan yang lebih besar dibanding dari kabupaten
Inhil,ini disebabkan produktivitas kelapa sawit perhektar di kabupaten Siak
jauh lebih tinggi dibanding kabupaten Inhil.
Demikian
juga dengan biaya produksi,komoditas ubi rambat, lidah buaya dan kelapa sawit
memperlihatkan biaya produksi yang lebih besar dibanding komoditas lainnya.
Hasil
analisis biaya dan pendapatan menunjukkan bahwa
komoditas nenas di Kalimantan Barat paling layak secara ekonomis
karena menguntungkan dan paling efisien ( R/C
tertinggi ) dibanding komoditas
lain.Sedangkan dari hasil analisis investasi , kelapa sawit yang
diusahakan di kabupaten Siak layak secara ekonomis yang ditunjukkan oleh nilai
B/C > 1, nilai NPV positip dan nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang
berlaku baik pada DF 10% maupun DF 12%. Dari hasil analisis ini memperlihatkan
bahwa pilihan petani di desa Bayas Jaya dan Kempas Jaya di kabupaten Inhil yang
mengganti tanaman sawit dengan karet merupakan pilihan yang tepat .
4.2.5.
Kelembagaan
Salah
satu upaya peningkatan produksi pertanian untuk pembangunan ekonomi ialah
pembentukan dan pembinaan kelembagaan formal maupun non formal antara lain
meliputi pembinaan kelompok tani, peningkatan prasarana KUD/koperasi dan
penyuluhan.
Kelembagaan
faktor pendukung dapat dilihat dari tanggapan petani terhadap peranan
kelembagaan tertentu, dan informasi ini penting artinya untuk melihat apakah
lembaga-lembaga tersebut mampu memberikan pelayanan yang tepat waktu, tepat
mutu untuk menunjang pertanian dilahan gambut (Tabel 11 dan 12).
Tabel
11. Efektifitas lembaga pendukung menurut petani di lahan gambut Kalimantan
Barat, 2012
No
|
Lembaga Pelayanan
|
Kab
Pontianak
|
Kab
Kubu Raya
|
Rerata
|
||||||
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
||
1
|
Penyuluhan
|
40
|
60
|
-
|
60
|
40
|
-
|
50
|
50
|
-
|
2
|
KUD
|
28
|
60
|
12
|
14
|
50
|
36
|
21
|
55
|
24
|
3
|
Kelompok
Tani
|
60
|
40
|
-
|
82
|
18
|
-
|
71
|
29
|
-
|
4
|
Gotong
Royong
|
57
|
43
|
-
|
93
|
7
|
-
|
75
|
25
|
-
|
5
|
P3A
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
|
|
|
Tabel
12. Efektifitas lembaga pendukung
di lahan gambut Riau. 2012
No
|
Lembaga
Pelayanan
|
Kabupaten Inhil
|
Kabupaten Kubu Siak
|
Rerata
|
||||||
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
Efektif
|
Tidak
Efektif
|
Tidak
Tahu
|
||
1
|
Penyuluh
Pertanian
|
30
|
70
|
-
|
60
|
30
|
-
|
45
|
50
|
-
|
2
|
KUD/Koperasi
|
50
|
50
|
-
|
60
|
40
|
-
|
55
|
45
|
-
|
3
|
Kelompok
Tani
|
25
|
75
|
-
|
75
|
25
|
-
|
50
|
50
|
-
|
4
|
Gotong
Royong
|
85
|
15
|
-
|
85
|
15
|
-
|
85
|
15
|
-
|
5
|
P3A
|
25
|
75
|
-
|
25
|
75
|
-
|
25
|
75
|
-
|
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tanggapan petani di Kalimantan Barat
terhadap kelembagaan penyuluh berimbang antara efektif dan yang tidak efektif,
koperasi atau KUD tidak efektif, klompok tani dan gotong royong cukup efektif. Sedangkan
di Riau peranan penyuluh KUD/Koperasi dan P3A tidak efektif, gotong royong
efektif dan kelompok tani seimbang antara efektif dan tidak efektif. Keefektifan
kelompok tani dan gotong royong dapt dilihat dari masih adanya pertemuan
kelompok secara rutin yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dilapangan,
demikian juga gotong royong masih efektif dilakukan petani seperti pembersihan
lingkungan dan perbaikan sarana dan prasarana yang ada.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian
hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan dan
disarankan antara lain :
1.
Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman pangan (padi,
palawija, sayuran, horti, nenas, lidah buaya di Kalbar masih bersifat
individual dan semata-mata untuk pendapatan keluarga dan kurang kompetitif
2.
Pemanfaatan lahan gambut untuk sawit di Riau lebih
berorientasi bisnis bermitra dengan perusahaan umumnya.
3.
Pemanfaatan gambut tebal untuk pengembangan kelapa
sawit yang berkembang dalam 5-10 tahun terakhir karena sumberdaya lahan
terbatas.
4.
Produktivtas tanaman rata-rata rendah karena input
rendah dan modal terrbatas dapat ditingkatkan.
5.
Pola tanam polikultur bukan
monokultur, semakin banyak jenis tanaman lebih bagus (resiko harga jatuh
minimal) – kaidah keseimbangan lingkungan.
6. Komoditas
nenas di Kalbar mempunyai nilai ekonomi paling layak secara ekonomis
karena menguntungkan dan paling
efisien ( R/C tertinggi ).
Investasi ,kelapa sawit yang diusahakan di kabupaten Siak layak secara
ekonomis (B/C > 1, nilai NPV positip dan nilai IRR lebih besar dari tingkat
bunga yang berlaku (DF 10% maupun DF 12%); pilihan petani di desa Bayas Jaya
dan Kempas Jaya di kabupaten Inhil yang mengganti tanaman sawit dengan karet
merupakan pilihan yang tepat .
7. Kelembagaan
penyuluh di Kalbar berimbang antara efektif dan yang tidak efektif, koperasi
atau KUD tidak efektif, klompok tani dan gotong royong cukup efektif, di
kelmebgaan penyuluh, KUD/Koperasi dan P3A tidak efektif, gotong royong efektif
dan kelompok tani seimbang antara efektif dan tidak efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
BALAI PENELITIAN TANAH. 2004. Petunjuk
Teknis Pengamatan Tanah. 117 Hlm.
Collier, W.L. K. Santoso, Soentoro,
dan R. Wibowo. 1996. Pendekatan Baru dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian
Pedesaan Selama 25 Tahun. Yayasan obor.Jakarta.188 Hlm.
Dinas pertanian dan peternakan
kabupaten Kubu Raya. 2011, Laporan tahunan, dinas pertanian dan peternakan Kubu
Raya. tahun 2011
IPCC. 2000. A Special Report of IPCC.
Intergovermantal Panen on Climate Change.
Cambridge Univ. Press. Cambridge. 375 pp.
Hadi, S.P. 2001. Dimensi Lingkungan
dalam Perencanaan Pembangunan. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.143 Hlm
Lambert, K. 1995. Phyisico-chemical
Characterisition of Lowland Tropical Peat Soils. Thesis Doktor (PhD) Faculty of
Agriculture and Applied Biological Sciences. Section Agriculture. Gent Univ.
Belgium, 161 p
Noor, M. 2010. Lahan Gambut :
Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim. Gadjah Mada Univ. Press.
Yogyakarta. 212 Hlm.
Noorginayuwati dan M. Noor, 1999.
Karakteristik agrofisik lahan dan sosial ekonomi penyebab dan dampak kebakaran
gambut. Journal Ilmiah Kalimantan
Agrikultura. Vo 6 (3) : 98-106. Fakultas Pertanian Univ Lambung Mangkurat
Banjarbaru.
Melling,
L. R. Hatano, K.J. Goh. 2005. Soil CO2 flux from three
ecosystem in tropical peatland of Serawak, Malaysia. Tellus 57B: 1-11. UK
______________. 2008. Comparative
study between greenhouse gas fluxes from a forest and an oil palm plantation on
tropical peatland of Sarawak, Malaysia. Paper presented at Int. Conf. on Oil
Palm Environt (ICOPE), Bali, 15-16 November 2007.
Radjagukguk,
2010. Efek pemanfaatan lahan gambut terhadap pemanasan global. Makalah Seminar
Nasional Revitalsiasi Pembangunan Lingkungan Pertanian dalam Menghadapi Global
Warming, Banjarbaru. 11 Maret 2010.
Rogers, E M. 1969. Modernization Among Peasant, The
Impact of Communication. New York : Halt Rienhart on Winston, Inc.
Puslitbangtan, 1991.. Potensi, Kendala
dan peluang Pembangunan Pertanian. Pros. Lokakarya Pelatihan Pemahaman pedesaan
dalam Waktu Singkat (PPWS). Penyunting
Asep Saefuddin, A, K. Suradisastra, dan H. Kasim. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Suryabrata, S. 1983. Metodologi
Penelitian.. Rajawali Pers. Jakarta. 127 Hlm
Suryanto, 1994. Improvement of the P
Nutrient Status of Tropical Ombrogenous Peat Soils from Pontianak, West
Kalimantan, Indonesia. Thesis Doktor Faculty of Agriculture and Applied
Biological Science. Gent Univ. Belgium, 216 p.
2 komentar:
KISAH NYATA..............
Ass.Saya ir Sugianto.Dari Kota Timor Leste Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (Oktober 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS . 20 orang saja
Halo, nama saya Nona. Dwiokta Septiani Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Anita Charles pemberi pinjaman cepat, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 430 juta dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres pada tingkat bunga hanya 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah i diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan. Jadi saya berjanji saya akan berbagi kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda membutuhkan semacam pinjaman, hubungi Ibu Anita melalui email: anitacharlesqualityloanfirm@mail.com.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: septianidwiokta@gmail.com
Sekarang, semua saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman yang saya kirim langsung ke rekening mereka.
Posting Komentar