Itik Alabio : Komoditas Potensial
Lahan Rawa.
Muhammad Noor
Itik Alabio (Anas
Platyrynchos Borneo) identik dengan itik rawa sebetulnya termasuk jenis
itik petelur. Jenis itik ini serumpun dengan itik Tegal (di Jawa Tengah), itik
Mojokerto (di Jawa Timur), itik Karawang/Cerebon (di Jawa Barat), itik Bali (di Bali) atau itik Pegagan (di OKI, Sumatra Selatan) yang secara fisik tidak jauh
beda. Hanya saja itik Alabio dikenal cocok dengan kondisi lahan rawa lebak,
sementara itik petelur lainnya belum teruji adaptif secara nyata. Menurut Warsito dan Rohaeni (1994) Itik
Alabio lebih spesifik berbeda dengan itik Jawa, itik Bali, itik Rouaan (Perancis),
atau itik Manila (Filipina), tetapi lebih dekat dengan itik Peking (Cina). Boleh jadi itik Alabio
adalah introduksi dari pendatang Cina yang masuk wilayah Kalimantan sebagai
pedagang pada Abad ke 7-8 yang kemudian
mengalami asimilasi dengan itik-itik lokal. Pusat perkembangan itik Alabio ini awal mulanya di daerah Alabio yang terletak di tengah-tengah aliran (DAS) sungai
Nagara, anak sungai Barito yang merupakan salah satu kawasan rawa lebak terluas
di Kalimantan Selatan. Rawa di kawasan DAS Nagara ini meliputi sekitar 500.000
hektar dan sekitar 200.000 ribu hektar merupakan wilayah dataran banjir.
Itik
Alabio mempunyai berat badan (betina dewasa) rata-rata 1,9 kg lebih berat dari
itik Tegal atau Bali, umur dewasa 180 hari, produksi telor 220-250 butir/tahun
lebih banyak dibandingkan itik sejenis lainnya dengan berat rata-rata 60 gram,
masa produksi sekitar 10,5 bulan.
Cara budidaya itik Alabio ini dibedakan, yaitu (1) cara ekstensif, (2) cara
intensif, dan (3) campuran atau semi intensif. Cara ekstensif dikenal juga
dengan istilah cara tradisional dicirikan oleh umumnya jumlah itik yang
dipelihara terbatas, tidak memperhatikan nisbah (ratio) antara jantan dan betina,
perawatan alakadarnya, kandang sederhana, menu makanan tidak tentu hanya
sewaktu-waktu diberi makan, itik mencari makan sendiri berkeliaran di
rawa. Petani/peternak hanya giat
pada masa pengambilan telur dan selanjutnya jarang terlibat. Cara pemeliharaan
tradisional ini tidak mengenal rugi juga tidak memberikan keuntungan yang
besar, kecuali sekedar untuk sekali-kali
disembelih atau dijual untuk memenuhi keperluan keluarga mendesak. Cara pemeliharaan tradisional ini masih banyak ditemukan di lahan rawa
lebak. Salah satu cara tradisonal yang
unik dan merupakan kearifan lokal (indigenous
knowledge) adalah sistem lanting
yang termasuk cara ekstensif.
Dalam sistem lanting ini kandang dibangun di atas air (rawa). Kandang dibuat dari bambu atau kayu
galam dengan ukuran sesuai dengan jumlah itik yang dipelihara. Umumnya daya
tampung satu lanting berkisar antara 500-1000 ekor. Untuk ukuran kandang (itik dewasa) 100 ekor
diperlukan luas lantai kandang sekitar 18 m2 (3 m x 6 m).
Setiap hari itik dilepas untuk mencari makan seperti ikan-ikan kecil,
anak kodok, udang kecil, siput dan lainnya yang tersedia perairan rawa, tetapi
juga disediakan pakan tambahan berupa ubi, sagu atau dedak untuk mengundang agar itik kembali ke kandang. Apabila di kawasan pemeliharaan sudah tidak tersedia lagi pakan yang cukup,
maka kandang lanting beserta kawanan
itik tersebut di atas dapat dipindah ke tempat yang masih kaya untuk
menyediakan pakan bagi itik tersebut.
Cara pemeliharaan sistem lanting ini masih banyak dijumpai di rawa-rawa
dan danau Kalimantan Selatan seperti rawa-rawa Sungai Nagara.
Cara ini cocok dikembangkan
di lahan rawa lebak.
Cara intensif adalah cara pemeliharaan yang terkendali
sepenuhnya itik hidup dikandang dengan
ransum makan yang disediakan sepenuhnya. Dengan demikian pengawasan dapat lebih mudah, tidak tergantung pada musim, produksi
dapat tinggi, kotoran
dapat dimanfaatkan misalnya untuk pupuk. Dibandingkan dengan cara ekstensif
biaya produksi lebih tinggi, tetapi
dengan hasil produksi yang tinggi, peternak masih dapat meraih keuntungan
apabila dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh. Pilihan
cara pemeliharan sangat tergantung pada kemampuan petani/peternak.
Cara semi intensif yaitu sistem
pemeliharaan tradisonal seperti sistem lanting, tetapi prinsif-prinsif modern tetap dijadikan acuan. Dalam cara semi
intensif ini dilakukan perhitungan yang cermat untuk mendapatkan produksi telur
yang semaksimal mungkin. Dalam hal ini kalau persediaan pakan dari perairan
rawa mulai kurang tersedia, maka untuk ransum peternak perlu menambahkan
makanan protein hewani yang umum tersedia di perairan rawa seperti ikan-ikan
kecil, siput, gondang, udang kecil. Kondisi lanting tetap dipertahankan dan
pelepasan itik di siang hari tetap dipertahankan seperti pada sistem
tradisional. Dengan cara pemeliharaan semi intensif ini produksi telur dapat
mencapai rata-rata 200 butir/ekor/tahun lebih tinggi daripada sistem lanting
tradisonal yang hanya menghasilkan produksi sekitar 180 butir/ekor/tahun.
Sumber pakan untuk ternak itik di perairan rawa seperti ikan-ikan kecil,
siput, gondang (keong mas), anak kodok,
limbah/sisa-sisa usaha ikan, dan berbagai tanaman air dan rumput-rumput rawa
cukup tersedia. Selain itu,
beberapa tanaman rawa
juga dapat dijadikan campuran pakan yang
sehat dan bergizi untuk itik
seperti sagu (rumbia), dedak, singkong, jagung,
enceng gondok. Khusus untuk anak
itik umur 1 hari sampai 1 minggu
disarankan diberi minuman dengan campuran vitamin atau air gula. Untuk keperluan dasar diperlukan 3 kg dedak+
1,5 kg ikan kering + 1 kg bungkil kelapa + ¼ kg beras + 30 ekor gondang untuk
100 ekor itik Alabio per hari. Pakan
tambahan perlu diberikan untuk meningkatkan produksi telur. Kalau dulu rawa lebak masíh kaya dengan pakan
alamnya maka pakan tambahan tidak
diperlukan karena dicukupi oleh
alam. Hasil penelitian menunjukkan pengayaan
ransum dapat meningkatkan produksi telur. Misalnya, apabila itik hanya diberi pakan jagung saja
maka hasil produksi telur hanya mencapai 132 butir/ekor/tahun, kemudian apabila pakan jagung + bakatul (dedak padi),
maka hasil telor meningkat mencapai 156
butir/ekor/tahun, sedang apabila diberi
pakan jagung + bekatul + remis mampu menghasilkan telur lebih tinggi, yaitu 192
butir/ekor/tahun. Umumnya produksi telur
petani ukup rendah (33,50-55,21%) karena pakan yang diberikan partial
(tunggal).
Pengembangan komoditas potensial
lahan rawa ini selain dengan perbaikan perawatan dan pakan juga perlu dalam hal
pengembangan cara reproduksi (pengembangbiakan)
misal dengan inseminasi buatan yang masih belum banyak dilakukan. Menurut
Warsito dan Rohaeni (1994) pembuahan buatan dengan inseminasi ini sangat
berguna antara lain untuk (1) melakukan penelitian pemuliaan/genetis, (2)
peningkatan daya tunas (fertilitas), (3)
kepastian asal-usul pejantan mudah dapat diketahui, (4) tidak perlu
banyak pejantan, dan (5) hemat ruang.
Perubahan akibat reklamasi dan pengatusan (drainage) memberikan kesan semakin menyempitnya lahan rawa lebak
dan baru sekitar 730 ribu hektar yang telah direklamasi dan dimanfaatkan
umumnya untuk pertanian, sisanya masih berupa lahan hutan atau rawa monoton
(Balittra, 2001). Keunggulan jenis itik Alabio
di lahan rawa lebak ini mempunyai produksi telor sampai 250 butir per tahun
(Voudal, 1987 dalam MacKinnon et al., 2000). Sentra penangkaran dan pemeliharaan itik
Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara ini
meliputi 13 kecamatan dengan jumlah populasi sekitar 870.000 ekor,
sementara di Sumatra Selatan jumlah populasi itik yang berkembang di lahan rawa
lebak baru sekitar 200.000 ekor. Menurut peneliti lahan rawa – Ir. Yanti Rina, M.S. dan Enny
Siti Rohaeni, SP, MS - kandidat Doktor IPB,
usaha itik Alabio di lahan rawa lebak cukup menguntungkan dan lebih
menguntungkan apabila dipadukan dengan pemeliharaan ikan. Itik dipelihara
dengan kandang di atas kolam ikan (mina
itik). Hasil penelitian di lahan rawa
lebak, Desa Bitin, Kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan
Selatan dengan luas kolam 1.800 meter2, penebaran benih ikan 200 kg
dengan lama pemeliharaan setahun menunjukkan
hasil ikan 350 kg (tanpa itik) dan 800 kg (ikan + itik). Hasil itik
sebanyak 48 ekor dengan hasil telur seluruhnya mencapai 9.600 butir. Dengan sistem mina itik (ikan dan itik)
dicapai hasil dan keuntungan sebanyak 5 kali lipat dibandingkan hanya usaha
ikan saja (Tabel 1). Analisis ekonomi menunjukkan dari usaha itik Alabio sebanyak 300 ekor diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 33,75 juta dengan biaya budidaya perawatan Rp. 26,37
juta. Keuntungan yang dapat diraih selama pemeliharaan 6 bulan dengan skala
usaha 300 ekor adalah Rp. 7.377.500,00 dengan R/C ratio 1,28 yang berarti masih
layak diusahakan (Tabel 2). Mengingat potensi rawa
lebak yang sangat luas mencapai
13,27 juta hektar, Papua terluas mencapai 6,30 juta hektar, disusul Kalimantan
sebesar 3,58 juta hektar, Sumatra 2,77
juta hektar, dan Sulawesi 0,61 juta hektar. Dari seluas 13-14 juta
hektar rawa lebak, paling tidak sekitar 9 juta hektar (6,08 juta hektar berupa rawa lebak
tengahan dan 3,04 juta hektar berupa lebak dalam) yang belum banyak
dimanfaatkan dapat dikembangkan sebagai lahan untuk pengembangan itik Alabio
ini.
Tabel 1.
Analisis ekonomi usaha tani ikan dan
itik (setahun) di lahan rawa lebak,
Hulus Sungai Utara, Kalimantan Selatan
Jenis
Usaha Tani
|
Produksi (kg)
|
Penerimaan
(Rp. 000/ha)
|
Biaya
(Rp.000/ha)
|
Keuntungan
(Rp.000/ha)
|
Usaha Ikan
|
350
|
1.260
|
800
|
460
|
Usaha
Mina Itik :
-
Usaha Ikan (kg)
-
Usaha Itik (ekor)
|
200
48
|
4.804
|
2.551
|
2.353
|
Sumber : Warsito & Rohaeni (1994)
Tabel 2. Analisis
ekonomi menunjukkan dari usaha itik
Alabio (300 ekor- 5 bulan), di lahan rawa lebak Desa Sungai Durait Tengah, Hulu
Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
Uraian
|
Jumlah
|
Harga
|
Nilai
|
I. Penerimaan
-
Produksi
Telor
-
Itik Afkir
|
31.500
270
|
900
20.000
|
28.350.000
5.400.000
|
Jumlah A
|
33.750.000
|
||
II. Biaya
- Bibit
- Pakan
- Obat-obatan
- Litsrik & Air
- Kandang & Alat
- Tenaga Kerja
|
300
|
37.500
|
11.250.000
12.200.000
47.500
200.000
425.000
2.250.000
|
Jumlah B
|
26.372.500
|
||
III. Pendapatan (A-B)
|
7.377.500
|
||
R/C ratio
|
1,28
|
Sumber
: A. Hamdan & R. Zuraida (2007)
Dimuat di Majalah Sains
Indoensia: Edisi 11/1 November 2012.Kolom Opini halaman 82-84.
5 komentar:
kami membutuhkan bibit itik unggul untuk kelompok tani/ternak, kami bermukim di Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumsel. Mohon info sumber terdekat. terimakasih
kami membutuhkan bibit itik unggul untuk kelompok tani/ternak, kami bermukim di Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumsel. Mohon info sumber terdekat. terimakasih
apakah bibit itik alabio dikirim ke jayapura papua, berapa harga per rak / 100 ekor bibit itik tersebut
maksudnya bisakah bibit itik tersebut bertahan jika dikirim ke jayapura, berapa lama bibit tersebut bertahan jika dikirim via pesawat
Blog Pusat Sabung Ayam Filipina - Banyak Membahas Tentang Sabung Ayam...
Posting Komentar