Jeruk Siam Banjar:
Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut
Muhammad Noor dan Dedi Nursyamsi
Jeruk siam (Citrus suhuensis)
merupakan jenis jeruk yang berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Jeruk
siam mempunyai kesesuaian agroekologi yang cukup luas, termasuk cocok
dibudidayakan di lahan rawa pasang surut. Penyebaran tanaman jeruk siam ini
cukup luas sehingga untuk membedakan sering digunakan nama tempat keberadaannya,
antara lain kita mengenal jeruk Pontianak (Kalimantan Barat), jeruk Mamuju
(Sulawesi Barat), Jeruk Batu (Malang, Jawa Timur). Di Kalimantan Selatan
sendiri dikenal Jeruk Madang (Barito Kuala, Kalimantan Selatan) dan Jeruk
Mahang (Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan). Jeruk siam yang berkembang di Kalimantan
Selatan telah dikukuhkan menjadi varietas unggul nasional dengan nama jeruk siam Banjar. Pasar
jeruk siam dalam negeri sendiri cukup baik dan populer di petani karena
produksinya paling tinggi diantara jenis jeruk lainnya, disukai konsumen, dan
harga cukup baik. Produksi jeruk di
Indonesia tercatat mencapai 664.052 ton pada tahun 1999 meningkat menjadi
1.529.824 ton pada tahun 2003.
Kalimantan Selatan sebagai
salah satu wilayah pengembangan jeruk siam menunjukkan peningkatan produksi
yang pesat dari 17.394 ton pada tahun 1999 menjadi 75.787 ton pada tahun 2003
atau naik sebesar hampir 3,5 kali lipat. Peningkatan produksi ini sebagai
akibat perluasan wilayah budidaya dari luas 144.791 hektar pada tahun 2000
menjadi 201.077 hektar pada tahun 2004 (Dinas Pertanian Kalsel, 2004). Kabupaten
Barito Kuala sebagai salah satu wilayah pengembangan jeruk siam mengalami
perluasan mencapai 5.000 hektar pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 7.000
hektar tahun 2011. Menurut Staf Dinas Pertanian Kabupaten Barito Kuala
(2012) sekarang luas pertanaman jeruk siam di lahan rawa Kalimantan Selatan
mencapai sekitar 11.000 hektar,
diantaranya 75% berasal dari Kabupaten Barito Kuala, sisa selainnya dari
Kabupaten Banjar, Tapin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Peningkatan luas areal pertanaman jeruk di lahan rawa ini dirangsang oleh harga yang cukup baik dari komoditas ini.
Namun demikikan, kualitas buah yang dihasilkan dari komoditas ini masih
beragam, terlebih lagi apabila dibandingkan dengan kualitas jeruk impor masih
kalah bersaing, sehingga hal ini mempengaruhi besarnya penawaran. Jeruk siam Banjar mempunyai beberapa
keunggulan antra lain rasa manisnya yang khas dan jarang kapau (serat isi buah tebal dan kering). Jeruk siam Banjar terpilih
sebagai Pemenang Juara II dalam Kontes Perlombaan Jeruk Nasional pada tahun 2011 di Telekung, Jawa Timur. Pemenang Juara
I direbut jeruk siam Batu dari Malang (Jawa Timur).
Budidaya Jeruk di
Lahan Rawa
Budidaya jeruk di lahan rawa sudah
lama dikenal masyarakat setempat, khususnya di Kalimantan Selatan sejak ratusan
tahun silam. Budidaya jeruk siam di
lahan rawa dapat dengan sistem hamparan (sawah), tetapi umumnya dengan sistem tukungan
(gundukan) atau surjan bertahap (sistem baluran). Secara bertahap petani membuat tukungan di lahan sawahnya. Sistem
tukungan ini dianjurkan hanya untuk
lahan rawa dengan jenis tanah mineral atau bergambut, tetapi juga mulai
merambat ke lahan gambut dengan berbagai ketebalan dari dangkal sampai
sedang. Bentuk tukungan umumnya persegi
empat dengan tinggi 60-75 cm dan lebar sisi antara 2-3 meter. Jarak tanam antar tanaman dalam baris
4-6 meter. Jarak antar baris 10-14 meter
tergantung luas lahan dan kemampuan operasional traktor dalam pengolahan tanah
untuk tanaman padinya. Apabila pilihan penataan lahan dengan sistem surjan maka
diperlukan saluran pengatusan di salah satu sisi dengan lebar 1,0 meter dan
dalam 0,6 meter agar mudah pengaliran air keluar dan juga dlengkapi dengan
pintu air sistem tabat (dam overflow).
Saluran ini juga dapat dimanfaatkan sebagai perangkap ikan alamiah.
Budidaya jeruk pada tipologi lahan gambut menghadapi beberapa masalah
agrofisik lahan, antara lain fluktuasi rejim air dan kondisi fisiko-kimia tanah
seperti kemasaman tanah, asam-asam organik
yang tinggi, zat beracun, kegaraman/salinitas dan kesuburan tanah yang
rendah. Kondisi agrofisik lahan ini
selanjutnya akan mempengaruhi baik produktivitas maupun kualitas buah yang
dihasilkan. Umur ekonomis jeruk di lahan pasang surut sangat tergantung
pada kondisi lahan dan perawatan tanaman. Apabila perawatan tanaman dan
pengelolaan lahan cukup baik, maka umur ekonomis tanaman dapat mencapai 50 tahun. Umur produktif jeruk
di lahan rawa umumnya antara 25-30 tahun, tetapi apabila pengelolaan kurang
baik maka setelah 5-7 tahun terjadi penurunan produksi.
Kualitas Buah
Hasil
survei menunjukkan pertanaman jeruk di
lahan rawa cukup luas meliputi wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Sumatera Barat, Jambi, dan Sulawesi Barat. Kualitas
buah jeruk yang dihasilkan sangat beragam karena dipengaruhi oleh cara
budidaya dan sifat-sifat kesuburan tanahnya. Perbaikan kulitas
buah jeruk dapat dilakukan dengan
perbaikan sifat-sifat tanahnya. Lahan gambut dikenal kurang subur dan perbaikan
lahan ini diperlukan untuk mendapatkan hasil dan kualitas yang baik. Permintaan terhadap komoditas ini sangat
terkait dengan kualitas yang dihasilkan oleh karena itu maka perlu perbaikan sifat-sifat tanah untuk
meningkatkan kualitas buah yang dihasilkan.
Buah jeruk siam dari lahan pasang
surut mempunyai kualitas yang baik dengan rasa manis yang khas, tetapi tidak
semua pertanaman menghasilkan kualitas buah yang baik. Hasil buah jeruk di
lahan pasang surut tipe A mempunyai rasa manis lebih baik dibandingkan tipe B
atau C. Hasil penelitian S. Satya
Antarlina dan Muhammad Noor (2007; 2010) menunjukkan kualitas jeruk di tanah mineral lahan
rawa pasang surut tipe luapan A (wilayah rawa pasang surut yang mendapatkan
luapan pasang baik pasang besar maupun pasang kecil) mempunyai kadar gula 13,4% lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan rawa pasang surut tipe luapan
C (wilayah rawa pasang surut yang tidak mendapatkan luapan pasang samasekali)
dengan kadar gula hanya 9,34%. Kadar gula buah jeruk ini ternyata berkorelasi
positif dengan kadar kalsium (Ca) dan magnisium (Mg) tanah dengan nilai R =
50,4 %. Kandungan Aluminium (Al) pada tanah berkorelasi positif dengan kadar
kadar asam dan vitamin C buah jeruk. Kandungan sulfam (SO4) pada
tanah berkorelasi negatif dengan kadar gula buah jeruk dan berkorelasi positif
dengan kadar asam buah jeruk. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan bahwa kandungan Ca dan Mg pada tanah berkorelasi positif terhadap
tingkat kemanisan buah jeruk sedangkan kandungan Al dan SO4
berkorelasi negatif dengan tingkat kemanisan buah jeruk.
Analisis Biaya Manfaat
Hasil penelitian Yanti Rina
dkk (2005) menunjukkan analisis biaya manfaat dengan
tingkat bunga masing-masing 12%, 15% dan 18% dan harga masing-masing di desa Karang Indah Rp 2.500/kg (1 kg = 6-7 buah), dan
di desa Sungai Kambat
beragam menurut kelasnya Rp 300/buah untuk klas A, Rp
200/buah klas B, dan Rp
100/buah kelas C. Apabila per pohon terdiri dari 22 % klas A, 44 % klas B dan 34% klas C
(Tabel 1). Nilai B/C, NPV dan IRR seluas 1 hektar diperoleh
hasil sebagai berikut :
1). Desa Karang Indah menunjukkan nilai B/C < 1 sampai umur tahun ke ke
tiga, kemudian pada tahun ke empat nilai
B/C > 1 dan tertinggi pada tahun ke tujuh. Desa
Sungai Kambat dan Simpang Arja menunjukkan nilai B/C < 1 sampai tahun ke
empat, kemudian pada tahun ke lima nilai
B/C > 1. Desa Gudang Hirang dan Sungai Tandipah nilai B/C >1 dicapai pada
tahun ke lima.
2). Nilai
Net Present Value (NPV) sampai tahun ke 3 tanaman jeruk di desa Karang
Indah masih negatif, tetapi pada tahun
ke 4 nilai NPV positif atau hasil jeruk
dan padi serta sayuran sudah dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Nilai NPV
di empat desa lainnya meliputi desa Sungai Kambat, Simpang Arja, Sungai
Tandipah dan Gudang Hirang pada tahun ke empat masih negatif dan baru pada
tahun ke lima positif. Penggunaan bibit
berupa okulasi lebih cepat memberikan produksi dibandingkan cangkok sehingga
pencapaian nilai NPV positif di desa
Karang Indah lebih cepat dibandingkan desa lainnya. Tingkat bunga paling tinggi
40%, kecuali untuk desa Gudang Hirang 50%.
3). Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan
tingkat bunga 40% dicapai nilai IRR
38,65 % untuk desa Karang Indah,
IRR 32,83% untuk desa Sungai
Kambat dengan nilai, IRR 34,67% untuk desa Sungai Tandipah dan nilai IRR 35,97%
untuk Simpang Arja, sementara dengan tingkat bunga 50% diperoleh nilai IRR 47%
di desa Gudang Hirang.
Tabel
1. Analisis biaya manfaat usahatani jeruk siam
di lahan rawa pasang surut, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 2005
Kriteria Investasi
|
Analisis Biaya Manfaat
|
Df 12%
|
Df 15%
|
Df 18%
|
Desa Karang
Indah
B/C
NPV (Rp)
IRR(%)
|
1,51
13.904.291,67
39,03
|
1,44
10.930.656,97
38,91
|
1,33
7.634.363,33
38,65
|
Desa Sei Kambat
B/C
NPV (Rp)
IRR(%)
|
1,61
34.006.620,37
35,32
|
1,51
27.154.287,73
|
1,35
14.119.848,86
32,83
|
Desa Gudang Hirang
B/C
NPV (Rp)
IRR(%)
|
3,24
111.609.008,51
48,35
|
3,23
104.156.947,13
48,32
|
2,49
4.899.453,42
47,20
|
Desa Sei Tandipah
B/C
NPV
(Rp)
IRR(%)
|
1,84
47.194.642,20
36,55
|
1,73
39.231.717,29
36,39
|
1,49
20.702.777,31
34,67
|
Desa Simpang Arja
B/C
NPV (Rp)
IRR(%)
|
1,56
3.826.468,57
37,31
|
147
19.050.390,16
37,07
|
1,38
11.279.744,36
35,97
|
Sumber : Rina et al. (2005)
Hasil uraian di atas menunjukkan bahwa
investasi pengembangan komoditas jeruk di lahan rawa dengan pola surjan dengan
acuan dari desa Karang Indah dengan pola padi + jeruk + sayuran dapat dinilai
layak karena nilai B/C >1, nilai NPV positip, pay back period lebih
kecil dari umur ekonomis adalah umur 4 tahun (sementara umur tanaman di
analisis 7 tahun) dan nilai IRR 38,65% lebih besar dari suku bunga 12%, 15% dan
18%. Demikian juga untuk lokasi lainnya di desa Sungai Kambat dan Simpang Arja
dengan pola padi + jeruk di desa Gudang
Hirang dan Sungai Tandipah dengan pola padi + jeruk + pisang, dapat dinyatakan
layak karena nilai B/C >1, nilai NPV positip, pay back periode adalah 5 tahun
lebih kecil dari 25 tahun dengan nilai IRR masing-masing di desa Sungai
Kambat 32,83 %, Gudang Hirang 47%, Sungai Tandipah 34,67% dan Simpang Arja
35,97 %. Prospek pengembangan jeruk siam
dapat lebih ditingkatkan dengan perbaikan kualitas buah sehingga mempunyai
nilai jual yang lebih baik.
Hasil usaha tani padi + jeruk siam +
sayur (cabai) secara nyata dapat meningkatkan pendapatan petani. Bahkan
pendapatan dari jeruk menjadi andalan bagi
petani lahan rawa pasang surut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan
(Tabel 2).
Tabel 2.
Analisis biaya, penerima dan
keuntungan usaha tani padi, jeruk siam dan cabai di lahan rawa pasang surut,
Desa Karang Indah, Barito Kuala, Kalimantan Selatan
Komoditas
|
Biaya
(Rp./ha)
|
Penerimaan
(Rp./ha)
|
Keuntungan
(Rp./ha)
|
R/C ratio
|
Padi lokal
Jeruk (surjan)
Cabai (surjan)
|
856.000
1.162.000
810.000
|
2.910.000
10.070.00
1.500.000
|
2. 054.000
8.908.000
690.000
|
3,40
8,67
1,85
|
Jumlah
|
2.828.000
|
14.480.000
|
11.652.000
|
4,93
|
Padi unggul 2 x
Jeruk (surjan)
Cabai (surjan)
|
|
6.984.000
10.070.000
1.500.000
|
3.190.000
8.908.000
690.000
|
1,84
8,67
1,85
|
Jumlah
|
5.766.000
|
18.554.000
|
12.788.000
|
3,21
|
Sumber : BALITTRA
(2004)