Sabtu, 27 Oktober 2012

Kerbau Rawa



KERBAU RAWA : Sumber Daging Alternatif

Dalam Rapat Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang dilaksanakan di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor tanggal 25-27 Mei 2012 lalu disarankan perlunya kegiatan inventarisasi sumber daya dan teknologi budidaya kerbau dalam rangka menunjang swasembada daging tahun 2014.  Populasi kerbau di Indonesia tahun 2003 diperkirakan mencapai 3,70 juta ekor dengan laju pertambahan rata-rata sekitar 1 % per tahun. Produksi daging kerbau meningkat secara signifikan dari 43,1 ribu ton pada tahun 1989 menjadi 50,1 ribu ton tahun 1994, dan diperkirakan mencapai 52,5 ribu ton pada tahun 2004. Tulisan ini ingin mengemukakan tentang potensi kerbau rawa yang ke depan dapat diunggulkan sebagai sumber daging alternatif, selain sapi yang telah menjadi andalan selama ini.  Rawa juga ternyata dapat diandalkan sebagai sumber protein (hewani) dalam menunjang ketahanan pangan dalam arti luas, selain sebagai lumbung pangan (nabati) masa depan. Nilai ekonomis kerbau rawa juga menunjukkan cukup baik dan menjanjikan sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat rawa.

Populasi Kerbau Rawa
Kerbau Rawa (Bubalus bubalis) diduga merupakan binatang introduksi dari daratan Asia yang termasuk liar, termasuk jenis banteng. Kerbau rawa dikenal juga sebagai kerbau kalang. Kerbau rawa diduga awalnya dikembangkan atau dibawa oleh para pengembara atau  pedagang China pada abad  ke 7 atau ke 8 yang memasuki  wilayah Asia seperti India,  Pakistan, Banglades, Thailand, dan Vietnam,  termasuk Indonesia.  Sekarang ditaksir terdapat sekitar 12.000 sampai 15.000 ekor kerbau rawa yang hidup di rawa-rawa lebak Kalimantan Selatan yang tersebar meliputi di 5 (lima) kabupaten yaitu Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, dan Tanah Laut. Diperkirakan sekitar 6.500 ekor kerbau rawa terpusat di Kabupaten Hulu Sungai Utara tersebar di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Danau Panggang, Sungai Pandan, dan Amuntai Tengah. Sekitar 1.500-2.000 ekor hidup di rawa-rawa Kalimantan Timur terpusat di wilayah Mahakam bagian tengah, Kabupaten Kutai antara lain di Danau Semayang, Malintang, dan Jempang,  Selain itu ribuan ekor dipelihara di danau-danau Kalimantan Tengah di daerah pegunungan Kerayan dan pesisir rawa antara lain Kecamatan Jenamas,  Kabupaten Barito Selatan. Juga terdapat sekitar antara 700-1.000 ekor  di rawa-rawa lebak Sumatera Selatan, yaitu Pulau Layang, Ogan Komiring Ilir dengan luas areal gembala 200 hektar.  Kemungkinan juga terdapat di rawa-rawa atau danau di Pulau Sulawesi dan Pulau Papua yang juga mempunyai lahan rawa cukup luas, namun sayang belum terdata secara baik.

Potensi Daging Kerbau Rawa
Kerbau rawa bertubuh pendek, tanduk tumbuh horisontal dan melengkung berputar sejalan dengan umur,  warna abu-abu dan semakin gelap (darkness)  semakin dewasa, pada umur 1-2 tahun tumbuh bulu jarang dengan warna kuning hingga coklat yang panjangnya +  15 cm, bobot  lahir  30-40 kg, bobot dewasa antara 400-450 kg untuk betina lebih ringan dari jantan. Sifat lainnya dewasa kelamin pada umur 2-3 tahun, jarak kelahiran sekali  dalam dua tahun, umur melahirkan  pertama 4-5 tahun, umur produktif 10-12 tahun.  Komposisi bahan padat dan kandungan protein, lemak dan laktosa antara kerbau rawa dengan jenis ternak besar lainnya disajikan pada Tabel 1. Bahan padat (daging)  kerbau rawa ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan ternak besar lainnya. Kadar lemak dan protein lebih tinggi dibadingkan dengan sapi, sedangkan kadar laktosa tidak berbeda jauh.

Tabel 1. Komposisi bahan padat dan kandungan protein, lemak dan laktosa antara kerbau rawa dengan  jenis ternak besar lainnya.

Jenis ternak
Komposisi kandung (dalam % bobot)
Bahan padat
Lemak (fat)
Protein
Laktosa
Sapi Biasa
13,45
4,97
3,18
4,59
Sapi Perah
12,15
3,60
3,25
4,60
Kerbau Sungai
17,96
7,45
4,36
4,83
Kerbau Rawa
18,34
8,95
4,13
4,78
Sumber : Mcdowell dalam Noor (2007)

Sistem Kalang
Kerbau rawa dipelihara oleh para petani/peternak di rawa lebak secara tradisional dengan sistem kalang. Sistem kalang yaitu sistem pengembalaan setengah liar (wild), pada siang hari kerbau dibiarkan berkeliaran di perairan rawa, dan pada malam hari masuk kandang yang dibangun di atas air yang disebut kalang. Sistem kalang ini diwariskan dari generasi ke generasi secara turun temurun.  Kerbau tinggal di kandang/kalang begitu memasuki senja hari, kecuali pada musim kemarau kerbau kadang-kadang tetap tinggal di luar sekitar kandang. Memasuki fajar pagi  kerbau keluar kandang secara bergerombol berenang sambil mencari makanan yang tersedia di rawa sampai memasuki senja. Pada musim kemarau saat rawa surut atau kering,  para kerbau tetap digembalakan untuk mencari  lokasi yang masih berair atau berlumpur. 
Kalang dibuat dari kayu galam atau bambu. dengan luas sesuai dengan jumlah kerbau yang ditampung umumnya antara 40-400 meter2Untuk sekitar 200 ekor kerbau diperlukan luas kalang 4 meter x  100 meter atau  2 meter2 per ekor.  Lantai kalang terbuat dari  kayu yang harus kuat dan disangga dengan tiang setinggi 4-6 meter  lebih tinggi dari  muka air tertinggi di rawa sehingga lantai selalu dalam keadaan kering. Kalang dilengkapi dengan tangga miring dan tidak licin untuk memudahkan kerbau naik atau  turun.  Pada pinggir kalang dibuat pagar kokoh dengan tinggi 1,00-1,25 meter sehingga kerbau tidak dapat melompat keluar.  Pada sudut ujung dibuat tempat khusus unutk perawatan kerbau yang sakit atau induk yang akan melahirkandan menyusui.  Kerbau yang sedang bunting sebaiknya dipisah dari ternak lainnya untuk menghindari gangguan. Apabila memungkinkan lebih baik disediakan kandang atau ruang khusus atau paling tidak pada umur bunting memasuki bulan ke 11.  Juga perlu disediakan tempat  pakan khusus agar tidak terjadi rebutan dan makanan tidak  terinjak-injak.  Di Kalimantan Tengah setiap petani mempunyai 1-2 kalang dan setiap kalang menampung 20-40 ekor kerbau. Di Kalimantan Selatan pemilikan lebih besar mencapai ratusan ekor per petani. Teknologi budidaya dan pengelolaan kerbau rawa selama ini masih sangat sederhana sehingga perlu sentuhan teknologi untuk dapat memacu produktivitas sehingga dapat menjadi andalan.

Pakan
Suimber pakan bagi kerbau rawa  sangat tergantung pada ketersediaan yang ada di alam rawa.  Beragam rumput  rawa atau tanaman air merupakan  bahan pakan yang disukai kerbau rawa. Beberapa tanaman rawa kurang disukai, namun juga merupakan sumber pakan alternatif  dalam keadaan tertentu.  Jenis pakan yang disukai  (pelateble) kerbau rawa antara lain padi hiyang (Oryza rofipogon), kumpai miring (Paspalum commesonii), kumpai minyak (Sacciolepis interupta), sempilang (Panicum paludosum), dan purun tikus (Eleocharis dulcis).  Jenis sumber pakan lainnya berupa rumput gajah, rumput bale, rumput lapangan, rumput beggal, rumput berachiaris, kacang-kacangan (lamtoro, siartro, stylo, calopogonium), enceng gondok, campehiring, banta, kayapu, kiambang, tanding, papisangan.

                                                                             

Nilai Ekonomi
Harga seekor kerbau rawa sekarang berkisar Rp. 7-10 juta yang beratnya dapat mencapai 300-500 kg/ekor.  Hasil analisis ekonomi menunjukkan dengan modal invenstasi 4 ekor kerbau dewasa (nilai per ekor kerbau rawa dewasa Rp. 7.000.000,00) untuk satu keluarga petani dengan masa pemeliharaan 2 tahun dan perolehan anak sebanyak 4 ekor diperoleh pendapatan sebesar Rp. 10.450.000,00 (Tabel 2). Apabila diperhitungkan secara keseluruhan usaha maka sumbangan usaha kerbau rawa terhadap pendapatan petani  per tahun mencapai 54,21%, sementara dari usaha tani padi 43,21% dan buruh mencari kayu (galam) sekitar 2,58% dengan total pendapatan sekitar Rp. 9.694.000,00/tahun.


Tabel 2.  Analisis biaya dan pendapatan pemeliharaan kerbau rawa (skala 4 ekor induk dewasa dalam 2 tahun), Desa Banua Raya, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. 2006.

Jenis kegiatan
Nilai Biaya (Rp)
Nilai Peneriman (Rp)
Nilai Pendapatan (Rp)
o Penyediaan bibit  (4 ekor induk)
o Pagar kelililing
o Pemeliharaan
o Penindikan/ ciri pemilikan (4-6 ekor anak)
28.000.000
800.000
600.000
150.000
30.000.000


10.000.000
1.200.000


9.250.000
Jumlah
29.550.000
40.000.000
10.450.000
Sumber : Rohaeni et al. (2006)
  

Catatan : Dimuat dalam Majalah Sains Indonesia Edisi 08/Agustus 2012, Kolom Opini hlm  86-89.
    

2 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites